02 Juni 2009

www.gerakaceh.org

Silahkan anda Kunjungi Website kami di ;

www.gerakaceh.org

02 Mei 2009

GeRAK Integrasikan Program RIA dalam Penyusunan Qanun

Serambin Indonesia, 2 Mei 2009

JANTHO - Gerakan Anti Korupsi (GeRAK), bersama Pemkab Aceh Besar saat ini sedang menyusun nota kesepahaman untuk mengintegrasikan program Regulatory Impact Asessment (RIA) dalam penyusunan sejumlah peraturan daerah (qanun) yang akan dibahas pada tahun ini. Penerapan metode RIA ini diharapkan mendukung lahirnya qanun-qanun yang berkualitas dan sesuai kebutuhan masyarakat. Sebelumnya, GeRAK telah mensosialisasikan metode tersebut kepada pejabat Pemkab Aceh Besar, pada Senin (27/4) lalu. Sosialisasi itu dipresentasikan oleh Program Manager The Asian Fondation, Oka Nasokah yang dihadiri Asisten III Setdakab Aceh Besar, kepala inspektorat, kabag hukum, dan sejumlah kepala SKPD.

“Sosialisasi ini bertujuan mengajarkan metode atau kerangka berfikir dalam merumuskan regulasi dengan logika yang sistematis. Disamping untuk menjamin transparansi, partisipasi dan akuntabilitas. Serta memperhitungkan dampak dari sebuah regulasi yang berkaitan dengan dunia usaha untuk peningkatan ekonomi lokal dan sektor-sektor lainnya,” kata Nasruddin MD, Koordinator GeRAK Aceh Besar, kemarin.

Nasruddin menilai, Pemkab Aceh Besar memiliki keinginan yang kuat untuk memperbaiki pelayanan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pertumbuhan ekonomi yang dimotori kelompok UMKM. Serta menciptakan iklim ekonomi lokal sebagai daya tarik investasi. Namun untuk mewujudkan itu semua, perlu adanya penilaian dan introspeksi kebijakan pemerintah. Salah satu metode yang sedang dikembangkan yaitu metode Regulatory Impact Assesment (penilaian terhadap dampak atas sebuah kebijakan). Metode ini merupakan alat untuk menilai kebijakan yang akan dibuat, yang sedang berlaku, maupun untuk merevisi kebijakan-kebijakan yang tidak relevan lagi diterapkan.

“Saat ini kami sedang menyusun MoU dengan Pemkab Aceh Besar. Untuk tahap awal, kami akan mengintegrasikan metode RIA ini dalam dua qanun yang akan dibahas. Ke depan, metode ini juga diharapkan dapat diadopsi dalam membuat atau merevisi qanun-qanun lainnya,” ungkapnya. Kepala Bagian Hukum Setdakab Aceh Besar, Yusran Saby mengatakan, tahun ini Pemkab Aceh Besar akan membahas 27 qanun. “Metode yang sedang dipelajari ini mudah-mudahan bisa diadopsi dalam menerapkan regulasi yang baik, dan untuk merevisi qanun-qanun yang sudah tidak relevan,” kata Yusran.(th)

WORKSHOP KPK, Tiga Kasus Dihentikan Jaksa Terungkap

Harian Aceh Kamis, 30 April 2009

Tiga kasus dugaan korupsi yang dihentikan penyelidikan oleh Kejati Aceh, terungkap dalam workshop sehari yang digerlar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Hotel Grand Nanggroe, Banda Aceh, Rabu (29/4).

Terkuaknya tiga kasus tersebut pada workshop bertema “Peran serta Masyarakat dalam Pemberantasan Korupsi” ketika peserta workshop dari sejumlah aktivis LSM anti korupsi di Aceh, seperti aktivis GeRAK, MaTA, serta LSM lainnya menanyakan kepada Wakil KPK Moch Jasin, tentang sejauh mana wewenang KPK mengambil alih kasus korupsi yang ditangani jaksa.’

Tiga kasus dicontohkan aktivis saat menanyakan kepada Moch Jasin, yakni Laporan GeRAK terhadap indikasi korupsi pembebasan lahan pembangunan terminal mobil barang (Mobar) di Gampong Santan, Kabupaten Aceh Besar.Kemudian pembebasan lahan Blang Panyang di Lhokseumawe yang dilaporkan MaTA dan dugaan korupsi pembangunan rumah korban konflik di Bener Meriah yang dilaporkan AJMI Aceh.

Ketika kasus tersebut di duga sudah dihentikan penyidikan oleh Kejati Aceh. Mengapa pihak KPK tidak mengambil alih beberapa kasus di Aceh, seperti Mobar, Blang Panyang dan Rumah Korban Konflik Bener Meriah yang penyelidikan sudah diberhentikan Kejati Aceh. “Dalam UU Tipikor di KPK dibenarkan untuk mengambil alih sebuah kasus yang ditangani jaksa dan polisi, namun KPK tidak mengambil alih kasus yang sudah dihentikan oleh Kejati Aceh,” Tanya seorang peserta kepada Moch. Jasin, dalam acara tersebut. Moch. Jasin menjawab, pihaknya dapat mengambil alih sebuahksusu yang merugikan Negara Rp. 1 miliar, jika sebuah kasus terlibat pejabat Negara seperti bupati, gubernur atau minimal eselon-eselonnya dan DPR. “Apabila melibatkan pejabat Negara, kami bisa mengambil alih sebuah kasus dari jaksa atau polisi dengan berkoordinasi. Karenanya, pelapor harus memberikan bukti-bukti awal,” jawab Jasin*min.

18 April 2009

KPK Tahan Armen Desky, Dijebloskan ke LP Cipinang

Serambi Indonesia 18 April 2009

JAKARTA - Drs Armen Desky yang pernah menjabat Bupati Aceh Tenggara (Agara) dua periode, Kamis (17/4) tadi malam resmi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Orang kuat” Agara itu langsung dijebloskan ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang, tempat Gubernur Abdullah Puteh dulunya juga ditahan KPK, atas dugaan terlibat korupsi. “Setelah proses penyidikan hari ini penyidik KPK langsung menahan Armen Desky, mantan bupati Aceh Tenggara,” ujar Juru Bicara KPK, Johan Budi SP, menjawab Serambi, Jumat (17/4).

Armen diduga terlibat kasus korupsi APBD Aceh Tenggara tahun 2005-2006 yang merugikan keuangan negara sekitar Rp 23,5 miliar. Ia dijerat dengan Pasal 2 dan 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Modus operandi yang digunakan Armen dalam mengorup uang negara adalah dengan cara menyumbangkan uang untuk yayasan. Namun ternyata dalam praktiknya digunakan untuk kepentingan pribadi. Kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 23,5 miliar. “Dia ditahan untuk sementara selama 20 hari,” kata Johan Budi SP.

Menubruk kaca
Berdasarkan amatan Serambi, Armen diperiksa penyidik KPK sejak pukul 10.00 kemarin dan baru berakhir pada pukul 21.42 WIB tadi malam. Setelah itu ia dikeluarkan dari Gedung KPK dan dibawa naik mobil tahanan KPK warna hitam B 8638 WU menuju LP Cipinang. Saat ke luar dari ruang pemeriksaan menuju mobil yang hendak membawanya, Armen sempat menubruk kaca pintu otomatis Gedung KPK. Kemungkinan dia shock atau memang matanya tak jeli melihat kaca gedung tersebut setelah diperiksa maraton selama sebelas jam lebih.

Begitupun, saat menyadari tubuhnya telah membentur dinding, Armen cepat-cepat mundur satu dua langkah, lalu menggeser arah dan melangkah cepat menuju mobil yang hendak membawanya. Begitupun, ia tetap menyunggingkan senyuman ke arah para wartawan dan fotografer, namun tidak menjawab sepotong pun pertanyaan yang diajukan insan pers. Selama diperiksa sampai masuk mobil, Armen yang mengenakan baju kotak-kotak lengan pendek, selalu didampingi pengacaranya, Kaharuddin SH.

Juru Bicara KPK, Johan Budi SP yang dikonfirmasi Serambi tadi malam membenarkan bahwa Armen Desky sudah ditahan KPK dan ditempatkan di LP Cipinang. Di tempat itu pula Gubernur Abdullah Puteh ditahan KPK pada 7 Desember 2004, karena kasus korupsi pembelian helikopter Pemda Aceh, bikinan Rostov, Rusia. Berdasarkan penjelasan singkat Johan Budi SP, Armen Desky ditahan karena diduga terlibat dalam praktik korupsi dana APBD 2005-2006 saat memimpin Aceh Tenggara.

Dilapor gubernur
Sebagaimana diketahui, pengusutan kasus dugaan korupsi yang menjerat mantan bupati Aceh Tenggara itu berawal dari laporan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, kepada KPK pada 18 Maret 2008. Pada saat itu, Irwandi tidak saja melaporkan kasus dugaan korupsi di Agara, tetapi juga di enam kabupaten lainnya. Meliputi Aceh Barat, Aceh Barat Daya (Abdya), Nagan Raya, Aceh Tengah, Gayo Lues, dan Bener Meriah. Saat itu, Gubernur Irwandi menyatakan berdasarkan data yang terkumpul, jumlah penyalahgunaan anggaran yang terbesar di antara tujuh kabupaten itu justru berada di Kabupaten Aceh Tenggara. “Saya minta temuan ini segera dikelarkan oleh KPK dan kalau patut diteruskan, ya diteruskan,” ujar Irwandi.

Dugaan korupsi senilai Rp 202 miliar di tujuh kabupaten dalam Provinsi Aceh itu justru terjadi pada kurun 2005-2006, sebelum Irwandi memimpin Aceh. Irwandi mengatakan, korupsi itu diduga dilakukan para petinggi di daerah tersebut dengan modus penyalahgunaan anggaran daerah. (fik/sup/dik/dtc)

Buku Korupsi di Negeri Syariat Dibedah

Serambi Indonesia, 18 April 2009

BANDA ACEH - Catatan kasus korupsi hasil investigasi Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GeRAK) Aceh beserta jaringannya yang telah dibukukan yang diberi judul ‘Korupsi di Negeri Syariat ‘ Kamis (16/4), dibedah di Hermes Palace. Dalam acara kemarin, Saifuddin Bantasyam, dosen Fakultas Hukum sebagai pembedah menyatakan buku tersebut cukup informatif bagi khalayak umum untuk mengetahui seperti apa korupsi. Ditampilkan secara kronologis, isi buku cukup sistematis.

“Membantu sekali kita memahami kasus-kasus yang dipaparkan. Melalui buku ini kita menjadi tahu tentang ABC dan Z nya organisasi ini, mekanisme dan output dari pekerjaan mereka dan buku ini sangat informatif,” paparnya terhadap buku yang ditulis oleh Askhalani cs itu. Hanya saja, katanya, ia tidak melihat benang merah antara kata ‘korupsi’ dan ‘syariat’ secara kronologis yang dijelaskan dalam pengantarnya buku yang dieditori Murizal Hamzah itu. Semestinya, harus dipaparkan bahwa di Aceh ada dua sistem hukum. Korupsi sendiri belum dimasukkan dalam qanun jinayah.

“Jangan nanti pembaca di luar Aceh melihat anti korupsi di Aceh telah diatur dalam produk hukum tertentu dalam hukum syariat dan ini perlu dipertangungjawabkan,” katanya. Sementara pembedah lain, Ahmad Humam Hamid, Sosiolog Aceh menyatakan pemilihan judul lebih karena menjual dari segi marketing pasalnya korupsi juga terjadi di seluruh Indonesia. Karenanya ia meminta Aceh ke depan mulai mengerakkan golden triangle, yaitu kekuatan masyarakat sipil komunitas anti korupsi, aparat hukum, dan pers untuk solid melawan korupsi. Komentator lain, Indra Nasution dari Kejaksaan Tinggi NAD berharap buku dimaksud berguna bagi aparat penegak hukum dan masyarakat umum.(dwi)

13 April 2009

GeRAK Aceh Luncurkan ‘ Korupsi di Negeri Syariat’

Harian Aceh, 14 April 2009

Lembaga Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh bekerjasama dengan Kemitraan Bagi Pembaharuan Pemerintah (Partnership), akan meluncurkan buku “ Korupsi di Negeri Syariat” pada Kamis (16 April). Buku tersebut merupakan “ Rekam Jejak” beberapa kasus yang terindikasi tindak pidana Korupsi temuan LSM tersebut.

Menurut Kordinator GeRAK Aceh , Askhalani buku yang mereka luncurkan ini menginformasikan bahwa ada begitu banyak penyalahgunaan dalam pengelolaan keuangan Negara dalam Proses pembangunan Aceh saat ini.

Katanya , Informasi yang disampaikan dalam buku ini tidak hanya menceritakan kronologi sebuah kasus korupsi, juga dilengkapi dengan bukti-bukti autentik yang sangat memiriskan hati pembaca. Apalagi mengingat Aceh sebagai Provinsi pengusung Syariat Islam. “Dengan buku ini diharapkan ada masukan khusus dari penegak hukum dan pengadilan mengenai peran serta masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Korupsi di Aceh, “ papar dia. Lanjut dia lagi, pemberantasan dan penanganan kasus yang terindikasi tindak pidana korupsi di Aceh masih dihadapkan pada penegakan hukum yang belum maksimal. Ada banyak kasus yang muncul dan tenggelam kembali, tanpa adanya ketetapan hukum yang jelas.

“ Harus diakui banyak faktor membuat kasus korupsi tidak mudah sampai pada sebuah putusan pengadilan. Mulai dari penyelidikan, bukti-bukti, saksi, perhitungan indikasi kerugian Negara, proses BAP, dan proses pengadilan, yang kesemuanya membutuhkan waktu, biaya, keahlian serta integritas yang tinggi. Disinilah peran Lembaga Pengadilan sebagai institusi kunci bagi pencari keadilan menjadi penting. Permasalah ini semua kita ungkapkan didalam buku ini,” tuturnya. Tambah dia, Peluncuran buku ‘ Korupsi di Negeri Syariat’ akan dilakukan di Hermes Palace Hotel, Kamis, 16 April 2009 nanti. Hadir sebagai pembahas nantinya adalah Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Aceh, Kepala Pengadilan Tingi (PT) Aceh, DR. Ahmad Humam Hamid serta Saifuddin Bantasyam . mrd

21 Maret 2009

Pemda Aceh Tengah Lapor LSM Anti Korupsi ke Polisi

Theglobejournal.com, 20 Maret 2009

Banda Aceh – Kinerja Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Aceh dinilai sangat bertentangan dengan semangat dan upaya reformasi hakim yang profesional dalam pemberantasan korupsi, pasalnya Hakim di Pengadilan Tinggi Aceh telah membebaskan tersangka kasus korupsi khususnya yang terjadi di BRR Aceh-Nias.

Menurut hasil monitoring GeRAK Aceh diperiode tahun 2008-2009 tercatat ada tiga kasus yang diputuskan tidak sesuai dengan semangat UU No 20 tahun 2001 Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tindakan putusan bebas. “Adapun tiga kasus korupsi yang dibebaskan diantaranya, kasus indikasi korupsi mark up buku BRR NAD-Nias yang melibatkan staf BRR Aceh-Nias, indikasi korupsi pembebasan lahan di Simeulue yang hanya divonis percobaan dan yang terakhir adalah Indikasi korupsi proyek pembangunan rumah tsunami di Desa Rima Keuneureum, Kecamatan Peukan Bada, Aceh Besar tahun 2005 dengan tersangka mantan anggota DPRK Banda Aceh Saiful Hayat yang juga kontraktor,” ungkap Pjs. Koordinator GeRAK Aceh, Askhalani kepada The Globe Journal, Kamis (19/3).

Menurut Askhalani, ketiga kasus tersebut menurut hasil telaah atas putusan awal dari pengadilan negeri dalam amar putusan yang dikeluarkan cukup kontroversi dengan apa yang dihasilkan oleh pengadilan tingkat pertama, dan Pengadilan Tinggi Aceh cendrung tidak mempertimbangkan atas usaha jaksa dan hakim di Pengadilan Negeri dalam memutuskan vonis akhir terhadap perkara tindak pidana korupsi. “Rentetan panjang terkait bebasnya terdakwa kasus korupsi akan berimbas kepada upaya dan langkah masyarakat dalam melakukan perlawanan terhadap korupsi, putusan yang telah ditetapkan oleh Pengadilan Tinggi Aceh atas kasus bebasnya tersangka korupsi pada proyek pembangunan 30 unit rumah bantuan BRR, makin menambah daftar panjang kekecewaan publik terhadap proses peradilan. Dengan mudahnya para tersangka koruptor bebas, meskipun fakta hukum yang muncul pada saat di PN belum sepenuhnya menjadi pertimbangan majelis Hakim Tinggi,” sebut Alumni Fakultas Syari’ah IAIN Ar-Raniry tersebut.

Askhalani menyebutkan, seharusnya dalam kasus tindak pidana korupsi atas dana bencana seperti Hal ini sesuai dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sesuai dengan pasal 2 ayat 2 yang menyatakan bahwa “Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan”. “Dalam penjelasan UU di atas, yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi,” ungkapnya.[003]