31 Juli 2008

Pembubaran Lima Kedeputian BRR Hanya Akal - akalan

Harian Aceh, 1 Agustus 2008

RAKYAT DIBOHONGI LAGI

Perubahan Struktur Organisasi Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias, Dinilai hanya akal-akalan . Hal tersebut terkesan sebagai upaya pembohongan publik terbaru yang dilakukan badan bentukan presiden itu.

“ Ini terlihat dari belum turunnya keputusan Presiden (Kepres) tentang pembubaran lima kedeputian yang telah diusulkan akhir April lalu. Sejauh ini tidak terlihat penciutan pegawai seperti yang didengung dengungkan petinggi BRR. Malahan, di dua kedeputian Stafnya makin gemuk”, ujar Akhiruddin Mahjuddin, Koordinator Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Kamis (31/7). Penilaian serupa juga disampaikan Nasir Djamil,anggota DPR RI asal; Aceh, yang ditanyai Harian Aceh menyangkut kondisi internal BRR.

Sebelumnya kepala Bapel BRR Kuntoro Mangkusubroto telah membubarkan lima kedeputian dan mencopot deputinya pada April lalu, yaitu deputi Perumahan dan Pemukiman Bambang sudiatmo; Deputi Agama,Sosial dan Budaya T Safir Iskandar Wijaya; deputi pendidikan,Kesehatan an pran perempuan Cut cut Cayarani Bitai; deputi kelembagaan dan pengembangan sumber daya manusia (SDM) Iqbal Farabi; deputi Ekonomi dan Usaha Said faisal Baabud.

Namun, para deputi tersebut tidak serta merta kehilangan pekerjaan di BRR atas pencopotan tersebut. Mereka hanya dialihkan atau di mutasi ke jabatan lain seperti Staf ahli dan wakil deputi, di kedeputian yang tersisa. Begitu juga dengan sataf atau karyawan dilima kedeputian itu ke keduputian lainnya.

“jadi, personil BRR tidak diciutkan. Hanya kedeputian saja yang berkurang, sedangkan orng-orang nya tetap sama. Tentunya dengan fasilitas yang sama pula”, sebut Akhirudin.

Dia menilai, upaya rasionalisasi staf BRR adalah akal-akalan Kuntoro, sehingga dapat di kategorikan sebagai Pembohongan Publik. Apalagi Perubahan struktur organisasi Bapel BRR hingga saat ini belum ada Keppres. Dengan begitu, bisa dikategorikan organisasi baru itu ilegal dan melanggar hukum.

Menurut dia, seharusnya pembubaran lima deputi itu seiring dengan penciutan karyawan di BRR”, Bukan kemudian ditumpuk di satu kedeputian, ‘katanya.

Kata dia, sebelum turun keppres mengenai struktur baru maka yang lama masih berlaku dan semua fasilitas tetap harus menjadfi hak mereka . “Bahkan, kalau mereka dicopot dari jabatannya oleh kepal BRR, dan mereka merasa keberatan, maka mereka dapat menempuh upaya hukum berupa gugatan ke PTUN atau sengketa ketenagakerjaan”, lanjutnya.

“namun kita ragu hal itu akan mereka lakukan, karena penciutan tersebut bagian dari skenario BRR. Apalagi uang yang mengalir ke rekening mereka perbulan juga tidak jauh berbeda menjabat deputi”.

Nasir Dajamil juga melihat sampai saat ini karyawan BRR masih sangat gemuk, sementara persoalan dilapangan seperti tak ada yang menyelesaikan. Dia mencontohkan, masalah rumah terbengkalai yang masih belum diselesaikan padahal persoalan itu sudah terjadi sejak tahun 2005. Saat ini jumlah pegawaio BRR mencapai lebih dari 1000 orang.

“Ini boleh jadi karena Keppres belum dikeluarkan, sehingga pekerjaan masih tetap ada. Tapi sya berharap Desember 2008 pegawai BRR harus diciutkansecara drstis. Idealnya awal tahu 2009 jumlah mereka tidak lebih dari 200 orang mulai dari pusat hingga regional dan distrik”, katanya.

Menurut Nasir, sebelum Keppres baru keluar, seharusnya BRR tidak menghilangkan kedeputian yang ada . “ tapi aneh. Kuntoro begitu berani mengungkapkan pembubaran lima deputi, sementara Keppres belum dia pegang. Apalagi ini sudah tiga bulan, Keppres tak juga turun:, Katanya

Nasir Mengharapkan DPR melalui tim pengawas BRR harus mendesak agar Presiden segera menerbitkan Keppres tentang perubahan struktur yang telah diusulkan oleh Bapel BRR.

Dia meminta agar Kepala Bapel BRR dan Gubernur yang juga wakil Bapel BRR untuk proaktif mengingatkan Presiden lewat Ketua Dewan Pengarah BRR untuk mengeluarkan Keppres tentang struktur organisasi BRR tingkat deputi. “ jangan sampai ada kesan mereka justru ikut membiarkan dan menikmati kelambatan itu”, tandas Nasir.

Juru bicara BRR Juanda Djamal yang dikonfirmasi menyangkut masalah itu menjelaskan, tujuan dialihkannya staf BRR dari deputi yang dihilangkan ke deputi alin, untuk menyelesaikan berbagai persoalan di kedeputian tersebut. Tugas mereka, di antaranya menyelesaikan berbagai proyek bermasalah.

Alasan lain, lanjut Juanda, pembubaran beberapa deputi karena kedeputian tersebut telah menyelesaikan tugasnya. “ sebagian Staf dan karyawan yang diperpanjang kontraknya, juga dialihkan ke regional untuk penguatan”, katanya.

Menyangkut belum keluarnya Keppres baru tentang Strukturisasi, menurutJuanda, BRR masih bisa menggunakan Kepres lama, karena Keppres tersebut belum dicabut. Namun dia tidak bisa menjelaskan kenapa Kuntoro membubarkan lima deputi, sementara Kepres tentang itu belum ada.

Pembubaran Lima Kedeputian BRR Hanya Akal akalan

Harian Aceh, 1 Agustus 2008

RAKYAT DIBOHONGI LAGI

Perubahan Struktur Organisasi Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias, Dinilai hanya akal-akalan . Hal tersebut terkesan sebagai upaya pembohongan publik terbaru yang dilakukan badan bentukan presiden itu.

“ Ini terlihat dari belum turunnya keputusan Presiden (Kepres) tentang pembubaran lima kedeputian yang telah diusulkan akhir April lalu. Sejauh ini tidak terlihat penciutan pegawai seperti yang didengung dengungkan petinggi BRR. Malahan, di dua kedeputian Stafnya makin gemuk”, ujar Akhiruddin Mahjuddin, Koordinator Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Kamis (31/7). Penilaian serupa juga disampaikan Nasir Djamil,anggota DPR RI asal; Aceh, yang ditanyai Harian Aceh menyangkut kondisi internal BRR.

Sebelumnya kepala Bapel BRR Kuntoro Mangkusubroto telah membubarkan lima kedeputian dan mencopot deputinya pada April lalu, yaitu deputi Perumahan dan Pemukiman Bambang sudiatmo; Deputi Agama,Sosial dan Budaya T Safir Iskandar Wijaya; deputi pendidikan,Kesehatan an pran perempuan Cut cut Cayarani Bitai; deputi kelembagaan dan pengembangan sumber daya manusia (SDM) Iqbal Farabi; deputi Ekonomi dan Usaha Said faisal Baabud.

Namun, para deputi tersebut tidak serta merta kehilangan pekerjaan di BRR atas pencopotan tersebut. Mereka hanya dialihkan atau di mutasi ke jabatan lain seperti Staf ahli dan wakil deputi, di kedeputian yang tersisa. Begitu juga dengan sataf atau karyawan dilima kedeputian itu ke keduputian lainnya.

“jadi, personil BRR tidak diciutkan. Hanya kedeputian saja yang berkurang, sedangkan orng-orang nya tetap sama. Tentunya dengan fasilitas yang sama pula”, sebut Akhirudin.

Dia menilai, upaya rasionalisasi staf BRR adalah akal-akalan Kuntoro, sehingga dapat di kategorikan sebagai Pembohongan Publik. Apalagi Perubahan struktur organisasi Bapel BRR hingga saat ini belum ada Keppres. Dengan begitu, bisa dikategorikan organisasi baru itu ilegal dan melanggar hukum.

Menurut dia, seharusnya pembubaran lima deputi itu seiring dengan penciutan karyawan di BRR”, Bukan kemudian ditumpuk di satu kedeputian, ‘katanya.

Kata dia, sebelum turun keppres mengenai struktur baru maka yang lama masih berlaku dan semua fasilitas tetap harus menjadfi hak mereka . “Bahkan, kalau mereka dicopot dari jabatannya oleh kepal BRR, dan mereka merasa keberatan, maka mereka dapat menempuh upaya hukum berupa gugatan ke PTUN atau sengketa ketenagakerjaan”, lanjutnya.

“namun kita ragu hal itu akan mereka lakukan, karena penciutan tersebut bagian dari skenario BRR. Apalagi uang yang mengalir ke rekening mereka perbulan juga tidak jauh berbeda menjabat deputi”.

Nasir Dajamil juga melihat sampai saat ini karyawan BRR masih sangat gemuk, sementara persoalan dilapangan seperti tak ada yang menyelesaikan. Dia mencontohkan, masalah rumah terbengkalai yang masih belum diselesaikan padahal persoalan itu sudah terjadi sejak tahun 2005. Saat ini jumlah pegawaio BRR mencapai lebih dari 1000 orang.

“Ini boleh jadi karena Keppres belum dikeluarkan, sehingga pekerjaan masih tetap ada. Tapi sya berharap Desember 2008 pegawai BRR harus diciutkansecara drstis. Idealnya awal tahu 2009 jumlah mereka tidak lebih dari 200 orang mulai dari pusat hingga regional dan distrik”, katanya.

Menurut Nasir, sebelum Keppres baru keluar, seharusnya BRR tidak menghilangkan kedeputian yang ada . “ tapi aneh. Kuntoro begitu berani mengungkapkan pembubaran lima deputi, sementara Keppres belum dia pegang. Apalagi ini sudah tiga bulan, Keppres tak juga turun:, Katanya

Nasir Mengharapkan DPR melalui tim pengawas BRR harus mendesak agar Presiden segera menerbitkan Keppres tentang perubahan struktur yang telah diusulkan oleh Bapel BRR.

Dia meminta agar Kepala Bapel BRR dan Gubernur yang juga wakil Bapel BRR untuk proaktif mengingatkan Presiden lewat Ketua Dewan Pengarah BRR untuk mengeluarkan Keppres tentang struktur organisasi BRR tingkat deputi. “ jangan sampai ada kesan mereka justru ikut membiarkan dan menikmati kelambatan itu”, tandas Nasir.

Juru bicara BRR Juanda Djamal yang dikonfirmasi menyangkut masalah itu menjelaskan, tujuan dialihkannya staf BRR dari deputi yang dihilangkan ke deputi alin, untuk menyelesaikan berbagai persoalan di kedeputian tersebut. Tugas mereka, di antaranya menyelesaikan berbagai proyek bermasalah.

Alasan lain, lanjut Juanda, pembubaran beberapa deputi karena kedeputian tersebut telah menyelesaikan tugasnya. “ sebagian Staf dan karyawan yang diperpanjang kontraknya, juga dialihkan ke regional untuk penguatan”, katanya.

Menyangkut belum keluarnya Keppres baru tentang Strukturisasi, menurutJuanda, BRR masih bisa menggunakan Kepres lama, karena Keppres tersebut belum dicabut. Namun dia tidak bisa menjelaskan kenapa Kuntoromembubarkanlima deputi, sementara Kepres tentang itu belum ada.

30 Juli 2008

Kasus Mark-up Tanah Terminal Mobar Dilapor ke KPK

Serambi indonesia, 31 Juli 2008

BANDA ACEH - Gerakan Antikorupsi (GeRAK) Aceh dan GeRAK Indonesia melaporkan kasus dugaan korupsi mark-up pengadaan tanah untuk lokasi terminal mobil barang (mobar), di Desa Santan dan Meunasah Krueng, Ingin Jaya, Aceh Besar, ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Laporan kasus dengan indikasi korupsi senilai sekitar Rp 8 miliar itu diterima langsung Wakil Ketua KPK, Moch Jasin, di Jakarta, Selasa (29/7).

Koordinator GeRAK Aceh, Akhiruddin Mahjuddin kepada Serambi, Rabu (30/7) mengatakan, kasus ini dilaporkan ke KPK oleh GeRAK Aceh dan GeRAK Indonesia yang diwakili oleh Harlans M Fachra. “Kami diterima langsung oleh Wakil Ketua KPK Moch Jasin dan didampingi seorang staf pelaporan, Anna di ruang pimpinan lantai III Gedung KPK,” katanya.

Pihak KPK, kata pria yang kerap disapa Udin ini, berjanji akan menindaklanjuti dan segera mempelajari laporan tersebut. “Mereka juga mengatakan akan melaporkan perkembangan pengusutan kasus ini akan dilaporkan kepada kita,” ungkap Akhiruddin yang dihubungi melalui telepon selularnya yang mengutip keterangan Moch Jasin.

Laporan kasus tersebut dicatat dalam buku lembaran laporan KPK dengan nomor: 2008-07-000947, Jakarta tanggal 29 Juli 2008. “Kita menyerahkan semua bukti dan hasil investigasi yang kita lakukan dalam kasus tanah terminal ini,” ujar Akhiruddin.

Seperti diberitakan, GeRAK menduga telah terjadi tindak pidana korupsi minimal senilai Rp 8 miliar dalam proyek pembebasan tanah untuk lokasi pembangunan terminal mobil barang terpadu di Desa Santan dan Meunasah Krueng, Ingin Jaya, Aceh Besar. Karena tanah terminal tersebut yang dibeli seharga Rp 700.000/m2, diduga kuat telah terjadi mark-up.

Indikasi ini bisa dibuktikan dengan perbandingan harga tanah untuk lokasi proyek pembangunan lembaga permasyarakatan (Lapas) dan rumah tanahan negara (Rutan) Banda Aceh yang letaknya berdekatan cuma dibeli seharga Rp 142.000/m2.

Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan GeRAK belum lama ini, ditemukan bukti kuat bahwa pembebasan tanah terminal mobar seluas 2 hektar yang dilakukan Pemkab Aceh Besar dan Pemko Banda Aceh yang sumber dananya dari BRR Aceh-Nias telah terjadi penyimpangan besar-besaran dalam soal harga.

Sebab berdasarkan bukti pencairan dana dari KPKN Khusus Banda Aceh untuk harga tanah tersebut tanggal 6 Desember 2007 tertera dalam surat perintah membayar (SPM) senilai Rp 14.499.800.000 atau seharga Rp 700.000/m2 sebelum dipotong pajak.

Sementara untuk lokasi tanah pembangunan proyek Lapas dan Rutan Banda Aceh seluas 7,4 hektar hanya dibayarkan sebesar Rp 142.500/m2 (Rp 10.547.137.500) pada 51 orang pemilik. Padahal lokasi Lapas dan Rutan tersebut masih dalam Desa Meunasah Krueng, dan jaraknya dengan lokasi terminal mobar hanya terpaut ratusan meter saja.(sup)