02 Mei 2009

GeRAK Integrasikan Program RIA dalam Penyusunan Qanun

Serambin Indonesia, 2 Mei 2009

JANTHO - Gerakan Anti Korupsi (GeRAK), bersama Pemkab Aceh Besar saat ini sedang menyusun nota kesepahaman untuk mengintegrasikan program Regulatory Impact Asessment (RIA) dalam penyusunan sejumlah peraturan daerah (qanun) yang akan dibahas pada tahun ini. Penerapan metode RIA ini diharapkan mendukung lahirnya qanun-qanun yang berkualitas dan sesuai kebutuhan masyarakat. Sebelumnya, GeRAK telah mensosialisasikan metode tersebut kepada pejabat Pemkab Aceh Besar, pada Senin (27/4) lalu. Sosialisasi itu dipresentasikan oleh Program Manager The Asian Fondation, Oka Nasokah yang dihadiri Asisten III Setdakab Aceh Besar, kepala inspektorat, kabag hukum, dan sejumlah kepala SKPD.

“Sosialisasi ini bertujuan mengajarkan metode atau kerangka berfikir dalam merumuskan regulasi dengan logika yang sistematis. Disamping untuk menjamin transparansi, partisipasi dan akuntabilitas. Serta memperhitungkan dampak dari sebuah regulasi yang berkaitan dengan dunia usaha untuk peningkatan ekonomi lokal dan sektor-sektor lainnya,” kata Nasruddin MD, Koordinator GeRAK Aceh Besar, kemarin.

Nasruddin menilai, Pemkab Aceh Besar memiliki keinginan yang kuat untuk memperbaiki pelayanan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pertumbuhan ekonomi yang dimotori kelompok UMKM. Serta menciptakan iklim ekonomi lokal sebagai daya tarik investasi. Namun untuk mewujudkan itu semua, perlu adanya penilaian dan introspeksi kebijakan pemerintah. Salah satu metode yang sedang dikembangkan yaitu metode Regulatory Impact Assesment (penilaian terhadap dampak atas sebuah kebijakan). Metode ini merupakan alat untuk menilai kebijakan yang akan dibuat, yang sedang berlaku, maupun untuk merevisi kebijakan-kebijakan yang tidak relevan lagi diterapkan.

“Saat ini kami sedang menyusun MoU dengan Pemkab Aceh Besar. Untuk tahap awal, kami akan mengintegrasikan metode RIA ini dalam dua qanun yang akan dibahas. Ke depan, metode ini juga diharapkan dapat diadopsi dalam membuat atau merevisi qanun-qanun lainnya,” ungkapnya. Kepala Bagian Hukum Setdakab Aceh Besar, Yusran Saby mengatakan, tahun ini Pemkab Aceh Besar akan membahas 27 qanun. “Metode yang sedang dipelajari ini mudah-mudahan bisa diadopsi dalam menerapkan regulasi yang baik, dan untuk merevisi qanun-qanun yang sudah tidak relevan,” kata Yusran.(th)

WORKSHOP KPK, Tiga Kasus Dihentikan Jaksa Terungkap

Harian Aceh Kamis, 30 April 2009

Tiga kasus dugaan korupsi yang dihentikan penyelidikan oleh Kejati Aceh, terungkap dalam workshop sehari yang digerlar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Hotel Grand Nanggroe, Banda Aceh, Rabu (29/4).

Terkuaknya tiga kasus tersebut pada workshop bertema “Peran serta Masyarakat dalam Pemberantasan Korupsi” ketika peserta workshop dari sejumlah aktivis LSM anti korupsi di Aceh, seperti aktivis GeRAK, MaTA, serta LSM lainnya menanyakan kepada Wakil KPK Moch Jasin, tentang sejauh mana wewenang KPK mengambil alih kasus korupsi yang ditangani jaksa.’

Tiga kasus dicontohkan aktivis saat menanyakan kepada Moch Jasin, yakni Laporan GeRAK terhadap indikasi korupsi pembebasan lahan pembangunan terminal mobil barang (Mobar) di Gampong Santan, Kabupaten Aceh Besar.Kemudian pembebasan lahan Blang Panyang di Lhokseumawe yang dilaporkan MaTA dan dugaan korupsi pembangunan rumah korban konflik di Bener Meriah yang dilaporkan AJMI Aceh.

Ketika kasus tersebut di duga sudah dihentikan penyidikan oleh Kejati Aceh. Mengapa pihak KPK tidak mengambil alih beberapa kasus di Aceh, seperti Mobar, Blang Panyang dan Rumah Korban Konflik Bener Meriah yang penyelidikan sudah diberhentikan Kejati Aceh. “Dalam UU Tipikor di KPK dibenarkan untuk mengambil alih sebuah kasus yang ditangani jaksa dan polisi, namun KPK tidak mengambil alih kasus yang sudah dihentikan oleh Kejati Aceh,” Tanya seorang peserta kepada Moch. Jasin, dalam acara tersebut. Moch. Jasin menjawab, pihaknya dapat mengambil alih sebuahksusu yang merugikan Negara Rp. 1 miliar, jika sebuah kasus terlibat pejabat Negara seperti bupati, gubernur atau minimal eselon-eselonnya dan DPR. “Apabila melibatkan pejabat Negara, kami bisa mengambil alih sebuah kasus dari jaksa atau polisi dengan berkoordinasi. Karenanya, pelapor harus memberikan bukti-bukti awal,” jawab Jasin*min.