19 Juni 2008

BRR SEGERAKAN MELAKUKAN PENILAIAN ASET DAN MENYAJIKAN KATALOG ASET REHAB-REKONS ACEH


Pelimpahan wewenang kerja dari Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi NAD-Nias kepada Pemerintahan Aceh (BKKRR), harus dilakukan dengan proses penyiapan yang terstruktur dan terencana. Hal ini penting dilakukan demi kejelasan terhadap keberlanjutan rekontruksi bencana di Aceh.

Ada beberapa catatan penting yang harus diperhatikan menjelang berakhirnya BRR Aceh-Nias, antara lain;

Pertama, Mengenai pelimpahan mandat kerja yang diterima oleh Pemerintahan Aceh dari Pemerintahan Pusat harus ditetapkan melalui Keputusan Presiden (Kepres) yang memuat penjabaran lebih rinci terhadap kerja-kerja BKRR kedepan. Jika pembentukan BKRR hanya didasari oleh SK Gubernur, maka dapat dipastikan BKRR akan bernasib sama dengan BRR, KP2DT dan juga BPKL, yang tidak memiliki kewenangan dan anggaran yang cukup untuk bekerja. Walaupun BKRR dibentuk berdasarkan Keppres tetapi BKRR tetap harus dibawah koordinasi Gubernur Aceh selaku Kepala Pemerintahan Aceh. Pun demikian BKRR bukanlah Satuan Kerja Pemerintahan Aceh (SKPA), tetapi lembaga Ad-Hoc yang fokus meyelesaikan kerja-kerja Rehab-Rekons Aceh. Bukan berarti hal ini disebabkan ketidakpercayaan kepada SKPA dalam melaksanakan mandat Rehab-Rekons, tapi berdasarkan pengalaman tahun 2007, kinerja SKPA dalam hal penyerapan anggaran sangat lemah yaitu berkisar 40%-50% dari total anggaran sebesar Rp 4,060 Trilyun, ditambah lagi beban kerja SKPA pada tahun anggaran 2008 sangat berat dengan mengelola dana sebesar Rp 8,5 Trilyun.

Kedua, Penting dan segera harus diperhatikan oleh Pemerintahan Aceh sebelum menerima mandat dari BRR NAD-Nias adalah soal Aset, Pemerintah Aceh bersama-sama BRR harus segera menunjuk tim penilai aset (baik tim independen ataupun auditor pemerintah) untuk melakukan audit dan penilaian terhadap semua aset baik aset yang bersumber dari APBN (on-budget) maupun dari Donor/INGO (of-fbudget). Penilaian ini penting untuk dilakukan guna menilai berapa aset rehab-rekons Aceh? Jenis Aset seperti apa? Kondisi dan posisi aset? Selain itu siapa yang akan mengelola aset kedepan, apakah Pemerintah Pusat atau Pemerintah daerah.

Penilaian aset ini untuk meminimalisir terjadinya penggelapan aset untuk kepentingan pribadi dan juga konflik kewenangan pengelolaan aset antara pemerintah Pusat dengan Daerah, Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Kabupaten/Kota dengan Pemerintah Kabupaten/Kota yang lainnya.

“Jika dilihat dari jenis aset, maka aset yang paling rawan digelapkan adalah aset yang bergerak dan memiliki nilai ekonomis tinggi seperti alat-alat medis yang canggih yang merupakan sumbangan negara sahabat dan donor serta alat-alat berat dan kendaraan roda dua dan roda empat.”

Selain itu BRR harus menyiapkan Katalog Aset yang merupakan konsekwensi logis bentuk pertanggungjawaban BRR kepada publik dan khususnya korban tsunami, sehingga publik dapat membandingkan berapa jumlah aset yang ada dengan jumlah dana yang telah dihabiskan.

Ketiga, Selain dua hal diatas Pemerintah Aceh juga harus melakukan identifikasi masalah yang timbul akibat gagalnya BRR dalam melaksanakan mandatnya, terutama isu seputar indikasi korupsi dan penyimpangan pada masa BRR serta identifikasi permaslahan perumahan yang hingga hari ini masih bermasalah, mulai dari rumah yang tidak berkualitas, rumah yang terbuat dari material yang berbahaya, korban yang belum mendapatkan rumah serta belum disepakatinya jumlah anggaran untuk korban yang mendapatkan fasilitas rehabilitasi rumah.

Jika hal ini tidak dilakukan, maka Pemerintahan Aceh akan menjadi lembaga yang akan menampung dan mempertanggungjawabkan kerja-kerja BRR kepada korban tsunami.

Berdasarkan dari pokok persoalan diatas, maka GeRAK Aceh menyatakan sikap sebagai berikut:

1. Mendukung langkah Pemerintahan Aceh untuk menerima tongkat estafet pelaksanaan Rehab-Rekons Aceh dari BRR NAD-Nias, dalam hal ini yang harus segera dilakukan Pemerintahan Aceh adalah segera menyiapkan struktur baru atas keberlanjutan kerja-kerja tersebut.

2. Mendorong adanya rekruitmen personil yang profesional, bukan didasari atas kedekatan, sehingga kegagalan BRR yang disebabkan tidak adanya mekanisme pengrekrutan yang standar, tidak terjadi pada BKRR.

3. Mengharapkan kepada pemerintahan Aceh kedepan untuk melanjutkan konsep transpransi dalam penggunaan Anggaran baik yang bersumber dari DIPA (APBN) maupun bantuan Negara donor, yang dipublikasi secara terbuka. Hal ini penting dilakukan sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik dan memperlihatkan tradisi yang lebih baik dari pendahulunya.

4. Mendesak Pihak BRR untuk segera melakukan penilaian dan audit atas aset, baik on-budget maupun off-budget serta menyajikan dalm bentuk katalog aset Aceh yang timbul dari Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh.

5. Mendesak Pemerintahan Aceh agar melakukan identifikasi permasalahan yang akan timbul dikemudian hari pasca serah terima mandat dari BRR kepada BKRR, terutama permaslahan perumahan dan permaslahan hukum yang timbul akibat kegagalan dan kelalaian yang dilakukan oleh pihak BRR, jangan sampai Pemerintah Aceh menjadi penampung limbah sampah dari kegagalan BRR.


Banda Aceh, 19 Juni 2008

Badan Pekerja Gerakan Anti Korupsi Aceh

Askhalani

Manager Program Monitoring Rehabilitasi dan Rekonstruksi

Tidak ada komentar: