30 Juli 2008

Kasus Mark-up Tanah Terminal Mobar Dilapor ke KPK

Serambi indonesia, 31 Juli 2008

BANDA ACEH - Gerakan Antikorupsi (GeRAK) Aceh dan GeRAK Indonesia melaporkan kasus dugaan korupsi mark-up pengadaan tanah untuk lokasi terminal mobil barang (mobar), di Desa Santan dan Meunasah Krueng, Ingin Jaya, Aceh Besar, ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Laporan kasus dengan indikasi korupsi senilai sekitar Rp 8 miliar itu diterima langsung Wakil Ketua KPK, Moch Jasin, di Jakarta, Selasa (29/7).

Koordinator GeRAK Aceh, Akhiruddin Mahjuddin kepada Serambi, Rabu (30/7) mengatakan, kasus ini dilaporkan ke KPK oleh GeRAK Aceh dan GeRAK Indonesia yang diwakili oleh Harlans M Fachra. “Kami diterima langsung oleh Wakil Ketua KPK Moch Jasin dan didampingi seorang staf pelaporan, Anna di ruang pimpinan lantai III Gedung KPK,” katanya.

Pihak KPK, kata pria yang kerap disapa Udin ini, berjanji akan menindaklanjuti dan segera mempelajari laporan tersebut. “Mereka juga mengatakan akan melaporkan perkembangan pengusutan kasus ini akan dilaporkan kepada kita,” ungkap Akhiruddin yang dihubungi melalui telepon selularnya yang mengutip keterangan Moch Jasin.

Laporan kasus tersebut dicatat dalam buku lembaran laporan KPK dengan nomor: 2008-07-000947, Jakarta tanggal 29 Juli 2008. “Kita menyerahkan semua bukti dan hasil investigasi yang kita lakukan dalam kasus tanah terminal ini,” ujar Akhiruddin.

Seperti diberitakan, GeRAK menduga telah terjadi tindak pidana korupsi minimal senilai Rp 8 miliar dalam proyek pembebasan tanah untuk lokasi pembangunan terminal mobil barang terpadu di Desa Santan dan Meunasah Krueng, Ingin Jaya, Aceh Besar. Karena tanah terminal tersebut yang dibeli seharga Rp 700.000/m2, diduga kuat telah terjadi mark-up.

Indikasi ini bisa dibuktikan dengan perbandingan harga tanah untuk lokasi proyek pembangunan lembaga permasyarakatan (Lapas) dan rumah tanahan negara (Rutan) Banda Aceh yang letaknya berdekatan cuma dibeli seharga Rp 142.000/m2.

Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan GeRAK belum lama ini, ditemukan bukti kuat bahwa pembebasan tanah terminal mobar seluas 2 hektar yang dilakukan Pemkab Aceh Besar dan Pemko Banda Aceh yang sumber dananya dari BRR Aceh-Nias telah terjadi penyimpangan besar-besaran dalam soal harga.

Sebab berdasarkan bukti pencairan dana dari KPKN Khusus Banda Aceh untuk harga tanah tersebut tanggal 6 Desember 2007 tertera dalam surat perintah membayar (SPM) senilai Rp 14.499.800.000 atau seharga Rp 700.000/m2 sebelum dipotong pajak.

Sementara untuk lokasi tanah pembangunan proyek Lapas dan Rutan Banda Aceh seluas 7,4 hektar hanya dibayarkan sebesar Rp 142.500/m2 (Rp 10.547.137.500) pada 51 orang pemilik. Padahal lokasi Lapas dan Rutan tersebut masih dalam Desa Meunasah Krueng, dan jaraknya dengan lokasi terminal mobar hanya terpaut ratusan meter saja.(sup)

Tidak ada komentar: