03 Agustus 2008

Jelang Akhir Jabatan, Anggota DPR Aceh Pelesiran Berjamaah Ke Bali

Harian Aceh, 3 Agustus 2008

Banda Aceh - Menjelang akhir jabatan, sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) masih sempat berpelesiran dengan uang rakyat ke Bali dan Gorontalo. Pelesiran yang ‘dibungkus’ studi banding itu dilakukan Panitia Legislasi (Panleg) DPRA dengan alasan untuk memperkaya materi Qanun Perlindungan Perempuan dan Anak serta Qanun Pelayanan Publik yang sedang mereka godok.

“Ini hanya akal-akalan anggota dewan yang terhormat saja untuk bertamasya dengan uang rakyat di akhir masa jabatannya,” ujar Koordinator Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Akhiruddin Mahjuddin, kepada Harian Aceh, kemarin.

Hal senada juga disampaikan Koordinator Masyarakat Transparansi Anggaran (MaTA) Alfian, yang dimintai pendapatnya secara terpisah.

Sebelumnya, anggota Panleg DPRA, Rusli Abdussamad dan Hj. Zainab AR, kepada Harian Aceh, Kamis, (31/7), mengatakan studi banding ke Gorontalo dan Bali itu dilakukan selama lima hari, 31 Juli hingga 4 Agustus 2008.

Keberangkatan Panleg DPRA tersebut terbagi dalam dua kelompok, yakni kelompok Gorontalo dipimpin oleh Amir Helmi (Fraksi Demokrat) dengan anggota Mohariadi dan Khairul Amal (PKS), Rusli Abdussamad (PBB), Abdurrahman Ahmad (PBR), dr. Hanafiah (Golkar), Al Manar (PAN), dan Basrun Yusuf (PPP) yang menyusul ke Gorontalo pada Jumat (1/8).

“Kelompok Gorontalo akan mengadopsi dan mencari perbandingan model pelayanan publik yang diterapkan oleh pemerintah di sana serta penyajian komperatif terhadap materi peraturan daerah (Perda) atau Qanun Perlindungan Perempuan dan Anak di provinsi yang dipimpin Gubernur Fadel Muhammad itu,” terang Rusli

Sedangkan kelompok Bali dipimpin Wakil Ketua Panleg, Adriman Kimat, serta sekretaris Panleg, Samsul Bahri (PBR). Anggotanya, yakni Jauharuddin Harmay (Golkar), Jamal Yunus (PBB), Ismaniar (PAN), Burhanuddin (PPP).

Menurut Zainab, kelompok Bali juga didampingi oleh staf ahli Panleg DPRA, serta beberapa staf sekretariat dewan. “Anggota dewan dari kelompok Bali juga ada yang menyusul pada Jumat, seperti Adriman Kimat (Golkar) dan Nasrul Musadir Alsa (Perjuangan Umat/PKB),” kata Zainab.

Sementara Koordinator GeRAK Aceh, Akhiruddin mengatakan kalau memang untuk keperluan Qanun Perlindungan Perempuan dan Anak, seharusnya studi banding tersebut dilakukan ke Komnas Perlindungan Anak dan Perempuan, juga ke rumah tahanan khusus anak dan perempuan.

“Jadi, ini hanya akal-akalan dari Panleg, berpelesir degan bungkus studi banding. Ini sudah keterlaluan, tindakan menghambur-hamburkan dana rakyat, dengan dalih mencari masukan,” cerca Udin.

Menurutnya, mereka hanya ingin memanfaatkan kesempatan untuk pelesiran menjelang akhir masa tugas di DPRA. “Kalau dilihat substansinya studi banding tentang perlindungan anak dan perempuan, tidak bisa jadi rujukan di kedua propinsi tersebut,” sebutnya.

Udin menuturkan, studi banding ke Bali, dimungkinkan untuk mencari masukan terhadap Qanun Transparansi Anggaran, yaitu ke Kabupaten Jembrana. Sedangkan ke Gorontalo cocoknya mencari masukan tentang qanun menanam jagung yang baik agar rakyat yang telah memilih mereka sejahtera. “Tapi kalau untuk memperkaya materi Qanun Perlindungan Perempuan dan Anak serta Qanun Pelayanan Publik, ya jauh panggang dari api,” lanjutnya, bertamsil.

Pendapat senada juga disampaikan Koordinator MaTA, Alfian. Menurut dia, studi banding tersebut alasan klasik yang digunakan oleh anggota dewan untuk jalan-jalan sambil cuci mata. “Kalau kita melihat ke belakang, sudah sangat banyak studi banding yang dilakukan dewan terhormat keluar daerah, tapi tidak ada hasil yang dibawa pulang untuk diimplementasikan ke daerahnya,” ungkapnya.

Menurut dia, alangkah baiknya anggota dewan terhormat tersebut mencari masukan langsung dari masyarakat daerah pemilihan mereka. Justru di sana akan didapatkan masukan sebagaimana yang dibutuhkan rakyat yang telah mempercayai mereka sebagai wakilnya di lembaga dewan.

Apapun ceritanya, kata Alfian, mencari masukan materi Qanun Perlindungan Perempuan dan Anak serta Qanun Pelayanan Publik, tidak cocok ke dua propinsi tersebut. Karena, secara psikologi persolan yang dihadapi perempuan dan anak di Bali atau Gorontalo sangat berbeda dengan yang di Aceh.

Menurut dia, biarpun studi banding tersebut dibenarkan, tapi itu bagian dari pemborosan anggaran. Sejatinya wakil rakyat harus peka oleh hal-hal seperti itu. “Alangkah baiknya anggaran yang digunakan tersebut dibagikan untuk fakir miskin di wilayah pemilihan mereka, justru itu akan menguntungkan jika berniat mencalonkan diri lagi jadi orang terhormat,” demikian Alfian.

Tidak ada komentar: