04 Agustus 2008

Kawinkan Anak, Bupati Nagan Kerahkan Seluruh Pejabat, termasuk Membebani Anggaran Terkait

Serambi Indonesia, 5 Agustus 2005

BANDA ACEH - Bupati Nagan Raya, Drs T Zulkarnaini, yang akan menyelanggarakan pesta perkawinan putrinya, Cut Keumala Cahaya, selama dua hari, Jumat-Sabtu (8-9/8) di Jeuram, mengerahkan seluruh pejabat dan sebagian pegawai pemkab setempat.

Tak cuma itu, di dalam Surat Keputusan Bupati Nagan Raya Nomor: 474.2/130/SK/2008 tanggal 17 Juli 2008 tentang panitia pelaksana peresmian perkawinan Cut Keumala juga disebutkan bahwa segala biaya yang timbul akibat dikeluarkannya surat keputusan yang ditandatangani Wakil Bupati Nagan Raya, M Kasem Ibrahim BSc, itu dibebankan pada anggaran terkait. Juga dibebankan pada sumber-sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
Uniknya lagi, surat keputusan itu dibuat di atas kop surat Bupati Nagan Raya berlambang burung Garuda. Surat itu turut dibubuhi paraf oleh Sekda Nagan Raya, Drs H Djasmi Has MM.
Wakil Bupati Nagan Raya, M Kasem Ibrahim, yang dikonfirmasi Serambi, Senin (4/8) via telepon selularnya mengakui ada menandatangani SK panitia pelasakanaan perkawinan Cut Keumala Cahaya binti Teuku Zulkarnaini itu. “Ya, saya ada menandatangani SK tersebut,” katanya.
Namun, sebelum pihakya menandatangani SK tersebut, ia lebih dulu bertanya kepada Sekda, Djasmi Has. “Sekda mengatakan tidak masalah, karena SK tersebut hanya formalitas saja, maka saya tandatangani. Soalnya yang buat pesta adalah Pak Bupati, maka saya kira perlu dihargai. Kalau pesta itu tidak sukses kan daerah juga yang malu,” katanya berargumen.
Wakil bupati juga ditanyai Serambi tentang poin empat SK tersebut yang menyatakan segala biaya yang timbul akibat dikeluarkan keputusan ini dibebankan pada anggaran terkait dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat. “Itu juga hanya formalitas. Kegiatan ini tidak kita gunakan anggaran daerah,” tukasnya.

Tidak lazim
Sementara itu, Koordinator Gerakan Antikorupsi (GeRAK) Aceh, Akhiruddin Mahjuddin yang menghubungi Serambi kemarin, mengatakan pihaknya juga sudah memiliki SK tentang kepanitiaan perkawinan putri Bupati Nagan Raya itu.
Ia menilai bahwa SK bupati tersebut menunjukkan ketidaklaziman dalam pelaksanaan pemerintahan daerah, selain menunjukkan praktik penyalahgunaan kewenangan secara nyata yang dilakukan oleh Bupati dan Wakil Bupati Nagan Raya. “Ini juga menunjukkan pelaksanaan pemerintahan yang menyimpang dari etika birokrasi, etika politik, kepatutan, serta norma hukum,” kecamnya.
Menurut Akhiruddin, SK tersebut merupakan penyimpangan dalam pengelolaan pemerintahan

daerah, karena pimpinan daerah telah mencampuradukkan antara kepentingan publik dengan kepentingan pribadi, dalam hal ini urusan peresmian perkawinan anaknya sendiri. “Tindakan ini juga menunjukkan pengelolahan Kabupaten Nagan Raya bagai pemerintahan yang menganut sistem kerajaan atau monarki,” ujarnya.
Di dalam SK bupati tersebut, juga disebutkan bahwa bagi pegawai negeri sipil yang namanya tidak tercantum dalam keputusan itu tetap berperan sebagai panitia, sejauh yang bersangkutan berperan aktif dan membantu dalam pelaksanaan prosesi peresmian perkawinan dimaksud.
Secara norma hukum, ulas Akhiruddin, SK Bupati Nagan Raya yang ditandatangani Wakil Bupati tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelengaraan Negara yang Bersih dan bebas dari KKN. Karena, dalam Pasal 1 ayat (5) UU tersebut dinyatakan, nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggara negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarga dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.
Kemudian, dalam Pasal 5 ayat (4) juga dinyatakan: setiap penyelenggara negara berkewajiban untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Selain itu, ungkap Akhiruddin, tindakan Bupati dan Wagub Nagan Raya itu juga merupakan tindakan korupsi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 3 bahwa setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Alasan yang diungkapkan di atas, kata Akhiruddin, terkait dengan poin keempat SK Bupati Nagan Raya. Selain itu tindakan ini juga dapat dikategorikan sebagai gratifikasi jika dana yang dimaksud bersumber dari pegawai negeri sipil, kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Kabupaten Nagan Raya, atau dari pengusaha/kontraktor, sesuai Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001. “Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri sipil dan penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatan dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya,” ungkap Akhiruddin sambil mengutip bunyi pasal tersebut.
Berdasarkan fakta tersebut, GeRAK Aceh mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera memeriksa Bupati dan Wakil Bupati Nagan Raya terkait indikasi korupsi sebagaimana diatur pada Pasal 3 UU Nomor 31/1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 dan Gratifikasi sesuai Pasal 12B UU Nomor 31/1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001. (sup
)

Tidak ada komentar: