Panitia khusus XI DPR Aceh akan menjadwalkan perjalanan ke Swedia dan Belanda untuk menjaring aspirasi terkait penyempurnaan isi Rancangan Qanun (Raqan) Wali Nanggroe. Untuk melakukan perjalan tersebut, Pemerintah Aceh mengeluarkan “kocek” sebesar Rp 2,3 miliar. Angka yang fantastis harus dibayar mahal rakyat untuk sebuah qanun yang demokratis?
Disamping soal substansi dan urgensi rancangan qanun tersebut, menurut kami penting juga mempertimbangkan efektifitas waktu dan efesiensi anggaran. Pertimbangan ini penting diperhatikan oleh anggota dewan, mengingat anggaran yang digunakan tersebut merupakan uang dari rakyat. Semudah itukah menghabiskan jerih payah rakyat yang dibayarkan ke pemerintah (dalam bentuk pajak dan retribusi)?
Mengingat kondisi tersebut diatas, maka kami menyatakan sikap sebagai berikut:
- GeRAK Aceh Mendesak pihak Pansus XI DPR Aceh membatalkan niat keluar negeri untuk menyerap aspirasi terkait rancangan Qanun Wali Nanggroe. Akan lebih prioritas DPRA melakukan pengawasan terhadap kinerja SKPA/Dinas dibandingkan dengan melancong ke luar negeri.
- Mendesak DPRA untuk memperkuat substansi qanun tersebut melalui diskusi-diskusi dengan ahli/pakar dan melibatkan lebih banyak komponen masyarakat.
- Meminta masyarakat sipil, ulama, pakar hukum, dan seluruh masyarakat Aceh untuk bersama-sama merumuskan substansi rancangan qanun sesuai dengan aspirasi masyarakat Aceh.
Demikian pernyataan ini kami sampaikan, mengingat bahwa hal ini merupakan tanggungjawab moral kami dalam mengkiritisi kebijakan pemerintah yang tidak populer. Terima kasih atas perhatian dan kerjasama kita selama ini.
Banda Aceh, 21 Agustus 2008
Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh
Badan Pekerja
(Abdullah Abdul Muthaleb)
Manajer program Monitoring Parlemen
Mitra sejati Perempuan Indonesia
(MiSPI) Aceh
(Syarifah Rahmatillah)
Direktur Eksekutif
Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA)
(Alfian)
Koordinator
Tidak ada komentar:
Posting Komentar