21 Agustus 2008

Terkait Qanun Wali Nanggroe, Pansus XI akan ke Swedia dan Belanda.

Panitia khusus XI DPR Aceh akan menjadwalkan perjalanan ke Swedia dan Belanda untuk menjaring aspirasi terkait penyempurnaan isi Rancangan Qanun (Raqan) Wali Nanggroe. Untuk melakukan perjalan tersebut, Pemerintah Aceh mengeluarkan “kocek” sebesar Rp 2,3 miliar. Angka yang fantastis harus dibayar mahal rakyat untuk sebuah qanun yang demokratis?

Rancangan Qanun Wali Nanggroe merupakan amanah dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Disamping itu, Panitia Legislasi Aceh pun sudah memasukkan Rancangan Qanun tersebut dalam Program Legislasi Aceh (Prolega). Pun demikian, kita memberikan apresiasi kepada “anggota dewan” yang sudah sangat serius membahas rancangan qanun ini. Namun apa hendak dikata, ternyata masyarakat di Aceh (dianggap) belum mampu memaknai eksistensi seorang wali Nanggroe, hingga akhirnya Pansus XI DPRA memutuskan untuk meminta pendapat dari Swedia dan Belanda.

Memang sejarah menyebutkan bahwa keberadaan wali nanggroe tidak dapat dipisahkan dari kehidupan rakyat Aceh tempo dulu. Atas dasar kepentingan itu, maka menurut kami tidak salah bila kita membicarakan soal wali Nanggroe. Akan tetapi Pansus juga perlu ingat, bahwa yang sedang kita rumuskan adalah Qanun Aceh yang akan diimplementasikan dalam kehidupan rakyat Aceh hari ini. Oleh karena itu, menurut kami alangkah lebih lebih bijak sengkiranya anggota dewan lebih fokus pada saran dan pendapat dari ahli hukum, ulama dan tokoh masyarakat di Aceh.

Disamping soal substansi dan urgensi rancangan qanun tersebut, menurut kami penting juga mempertimbangkan efektifitas waktu dan efesiensi anggaran. Pertimbangan ini penting diperhatikan oleh anggota dewan, mengingat anggaran yang digunakan tersebut merupakan uang dari rakyat. Semudah itukah menghabiskan jerih payah rakyat yang dibayarkan ke pemerintah (dalam bentuk pajak dan retribusi)?

Mengingat kondisi tersebut diatas, maka kami menyatakan sikap sebagai berikut:

  1. GeRAK Aceh Mendesak pihak Pansus XI DPR Aceh membatalkan niat keluar negeri untuk menyerap aspirasi terkait rancangan Qanun Wali Nanggroe. Akan lebih prioritas DPRA melakukan pengawasan terhadap kinerja SKPA/Dinas dibandingkan dengan melancong ke luar negeri.
  2. Mendesak DPRA untuk memperkuat substansi qanun tersebut melalui diskusi-diskusi dengan ahli/pakar dan melibatkan lebih banyak komponen masyarakat.
  3. Meminta masyarakat sipil, ulama, pakar hukum, dan seluruh masyarakat Aceh untuk bersama-sama merumuskan substansi rancangan qanun sesuai dengan aspirasi masyarakat Aceh.

Demikian pernyataan ini kami sampaikan, mengingat bahwa hal ini merupakan tanggungjawab moral kami dalam mengkiritisi kebijakan pemerintah yang tidak populer. Terima kasih atas perhatian dan kerjasama kita selama ini.

Banda Aceh, 21 Agustus 2008

Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh

Badan Pekerja

(Abdullah Abdul Muthaleb)

Manajer program Monitoring Parlemen

Mitra sejati Perempuan Indonesia

(MiSPI) Aceh

(Syarifah Rahmatillah)

Direktur Eksekutif

Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA)

(Alfian)

Koordinator

Tidak ada komentar: