04 Maret 2009

Kejati Aceh Diduga Jual Beli Kasus, Diinspeksi oleh Tim Jamwas, GeRAK dan MaTA Ikut Dimintai Keterangan, Hari Ini Giliran Kajati dan Asintel

Serambi Indonesia, 5 Maret 2009
Tim Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) melakukan pemeriksaan dengan seksama (inspeksi) ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh terkait laporan adanya jual beli kasus di lembaga penegakan hukum tersebut.
Proses pemeriksaan kemarin, Rabu (4/3) berlangsung dari pagi hingga menjelang magrib. Tim dari Kejaksaan Agung dipimpin Iskamto SH (Inspektur Pidsus/Datun pada Jamwas) beranggotakan M Abduh Amasta SH, Rahmat Trioyono SH, dan Fazar SH. Tim ini tidak saja memeriksa sejumlah pejabat di Kejati, termasuk Kajari Lhokseumawe, Tomo SH tetapi juga memintai keterangan dari tiga petinggi LSM antikorupsi di Aceh, yaitu Pjs Koordinator GeRAK Aceh Askhalani, Sekretaris Eksekutif GeRAK Aceh, Arman Fauzi, dan Koordinator MaTA Lhokseumawe, Alfian. Ketiga mereka diperiksa dalam status sebagai saksi.

Ketiga pegiat LSM antikorupsi tersebut tiba di Kantor Kejati Aceh sekitar pukul 09.30 WIB. Mereka langsung diarahkan ke lantai II, tempat berlangsungnya pemeriksaan. Sebuah sumber menyebutkan, pemeriksaan ketiga aktifis LSM ini berlangsung secara tertutup di ruang Asisten Pengawasan (Aswas).

Ketika pemeriksaan ketiga saksi dan Kajari Lhokseumame, suasana di ruang kantor Kejati Aceh tampak tegang. Biasanya banyak pegawai terlihat lebih santai di ruangan, namun kesan itu tidak terlihat Rabu kemarin. Bahkan suasana lebih tegang terasa di ruang lantai II, tempat pemeriksaan berlangsung.

Beberapa staf mengaku tidak bisa sembarang naik ke lantai II. Sesekali para pejabat Kejati, termasuk Kasi Penkum, Ali Rasab Lubis SH terlihat turun ke lantai I, namun hanya untuk ke kamar kecil, setelah itu kembali ke lantai II.

Wartawan yang mendapat informasi adanya pemeriksaan oleh Tim Jaksa Agung, sejak pagi sudah berkumpul di kantor Kejati Aceh. Namun tidak ada satu pun pihak yang bisa dimintai konfirmasi. Saat ditanya wartawan, semuanya tutup mulut.

Sekitar pukul 13.04 WIB, ketiga saksi turun dari lantai II melalui tangga tengah. “Ya, kami bertiga tadi dimintai keterangan oleh tim dari Jamwas terkait adanya laporan yang diterima Jaksa Agung bahwa di Kejati Aceh selama ini ada dugaan jual beli perkara. Kami dalam hal ini sebagai saksi,” ujar Askhalani yang dicegat wartawan usai memberi keterangan.

Menurut Askhalani, dalam pemeriksaan itu, ia bersama Arman Fauzi diajukan 13 pertanyaan. Dari belasan pertanyaan tersebut, tim lebih mengarah menanyakan soal kasus dugaan mark-up pembebasan tanah Teminal Mobil Barang (Mobar) di Santan, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar
“Kasus terminal mobar ini kan sempat dilakukan penyelidikan, tetapi tiba-tiba dihentikan pengusutannya karena dinilai tidak memiliki bukti,” katanya.

Padahal, kata Askhalani, berdasarkan hasil investigasi dan bukti-bukti yang diperoleh pihaknya, kasus Mobar ini memiliki indikasi kuat telah terjadi penyimpangan dalam pembebasan tanah seluas 4 hektare. Sebab berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), harga tanah di lokasi tersebut hanya berkisar Rp 128.000/meter. Sementara dalam proses pembebasan tanah harganya mencapai Rp 700.000/meter. “Ini kan jelas terjadi penggelambungan harga yang luar biasa, sehingga negara dirugikan mencapai Rp 5 miliar dalam kasus ini,” katanya.

Padahal, lanjut Askhalani, kalau dilihat dengan data perbandingan pembebasan lahan yang dilakukan Tim Sarpras BRR Aceh-Nias terhadap tanah untuk lokasi pembangunan penjara yang lokasinya tidak jauh, cukup mencolok. Sebab tanah untuk lokasi penjara harga ganti ruginya hanya sekitar Rp 142.000/meter kepada 51 pemilik tanah. Penghentian kasus ini juga terkesan aneh, katanya, karena sebelum lebaran Idul Fitri 1429 H pengusutannya baru mulai dilakukan, tetapi setelah lebaran tiba-tiba dihentikan pengusutannya.

Menurut Askhalani, pihaknya sempat menyerahkan sebanyak 42 kasus kepada tim Jamwas yang sampai saat ini tidak ada kejelasan pengusutannya oleh jajaran Kejati Aceh.

Askhalani mengatakan, undangan ke Kejati oleh tim Jamwas sangat mendadak diterima pihaknya. “Kami sangat terkejut atas undanngan ini. Karena undangan baru diterima melalui feks, Selasa (3/3) pukul 12.00 WIB. Maka kami juga terkejut ketika ditanyai persoalan tersebut,” katanya.

Dalam surat panggilan Nomor R-01/N.17/Hkt.1/03/2009 yang ditandatangani Ohara Pudjo SH (Asisten Pengawasan Kejati) disebutkan, kedua saksi dipanggil untuk dimintai keterangan. Namun dalam surat tersebut tidak dijelaskan permintaan keterangan dalam kasus apa.

Kasus Blang Panyang

Alfian yang dikonfirmasi wartawan menyebutkan, selama pemeriksaan ada dua kasus yang menjadi fokus permintaan keterangan tim Jamwas. Sedangkan kasus pembebasan lahan di Blang Panyang telah pernah dilaporkan ke Kejari Lhokseumawe. Namun dalam pengusutannya, Kejari setempat juga tidak menemukan adanya kerugiaan keuangan negara, sehingga kasus tersebut dihentikan pengusutannya. “Dihentikan sejak 2008, sekitar November,” kata Alfian Dia sebutkan, pihaknya melihat dalam kasus pembebasan lahan di Blang Panyang terdapat potensi korupsi, bahkan pada pernyataan terakhir, LSM MaTA menyatakan akan membuat pengaduan kepada Kejagung. Dia menilai, dalam pengusutan kasus ini, pihak Kejari Lhokseumawe belum bekerja optimal. “Secara lembaga kita melihat dalam kasus ini belum ada political will dari Kejaksaan untuk mengungkap kasus ini,” katanya.

Selain itu, katanya, ada dua hal penting yang dinilai MaTA belum dilakukan pihak Kejari, yakni belum memanggil secara resmi orang-orang kunci dalam panitia pembebasan lahan (tim sembilan).

Alfian menyebutkan, dalam proses pembebasan lahan tersebut dialokasikan dana Rp 4 miliar untuk 20 hektar. Namun yang diterima pemilik lahan Rp 10.000 per meter. Sehingga terjadi selisih mencapai Rp 2 miliar yang diduga telah terjadi pemotongan.

Usai pemeriksaan ketiga aktifis LSM antikorupsi tersebut, tim melanjutkan pemeriksaan terhadap Kajari Lhokseumawe, Tomo SH. Pemeriksaan Tomo disebut-sebut terkait tidak ada kejelasan pengusutan kasus tanah Blang Panjang, Lhokseumawe.

Kemudian tim juga melanjutkan pemeriksaan awal terhadap tiga Kasi pada Asiten Intelijen Kejati Aceh, masing-masing Kasi Penkum/Humas Ali Rasab Lubis SH, Kasi Prosarin Amanto SH, dan Kasi Sospol Jufri SH. Ketiga mereka diperiksa karena ikut merupakan jaksa yang menangani penyelidikan dalam kasus dugaan mark-up harga tanah terminal mobar.

Akibat tertutupnya jalan pemeriksaan tersebut membuat kalangan wartawan tidak memperoleh informasi terkait hasil pemeriksaan itu.

Bahkan semua sumber menyebutkan, Kamis (5/3) hari ini, giliran Kajati Aceh, Yafizham SH dan Asisten Intelijen, M Adam SH diperiksa tim tersebut terkait laporan dugaan jual beli kasus di Kejati yang terjadi selama ini.

Isu suap Asintel

Sehari sebelumnya, Selasa (3/3), informasi pemeriksaan terhadap Asintel Kejati Aceh, HM Adam SH oleh Jamwas Kejagung beredar santer di kalangan wartawan. Tidak mengherankan informasi tersebut menarik perhatian pekerja pers. Dalam sebuah pesan singkat yang diterima wartawan antara lain disebutkan, “M Adam SH telah menerima suap dalam kasus pengadaan tanah terminal mobil barang Banda Aceh....Selama ini M Adam telah banyak mempermainkan perkara korupsi”.

Kasi Penkum/Humas Kejati, Ali Rasab SH yang dikonfirmasi terkait informasi tersebut membatah. Malah dia mempertanyakan kebenaran informasi itu dan dari mana sumber informasi tersebut berasal.

Dia juga membantah telah terjadi pemeriksaan terhadap Kajati dan Asintel oleh Jamwas Kejagung.

“Tidak ada itu. Dari siapa informasinya. Itu hanya pemeriksaan rutin saja, semua bagian diperiksa kok. Coba tanya saja kepada orang yang kasi informasi itu,” katanya ketika dihubungi Serambi melalui telepon.(sar/sup)

Tidak ada komentar: