13 November 2008

Di Duga sarat Penyimpangan, Anggaran Tsunami Drill tak jelas

Harian Aceh, 14 Nopember 2008

Sumber dana yang dipakai Pemerintah Kota Banda Aceh untuk biaya kegiatan simulasi tsunami atau ‘tsunami dril’ di Kecamatan Meuraxa pada Minggu (2/11) lalu, hingga kini belum jelas. BRR Aceh-Nias yang disebut-sebut oleh Pemko sebagai donatur utama, malah membantah sudah mencairkan dana untuk proyek yang berdurasi 1,5 jam tersebut. Sehingga, seremonial itu ditengarai sebagai ajang korupsi para pejabat.

“Belum seperser pun dana kami cairkan untuk kegiatan tersebut,” kata Juru Bicara BRR Aceh-Nias, Juanda Djamal, yang dihubungi Harian Aceh, Kamis (13/11) malam.

Menurut Juanda, anggaran pelaksanaan ‘tsunami dril’ baru sebatas pengajuan Pemko Banda Aceh kepada BRR sebesar Rp900 juta. Namun, BRR baru sebatas mempelajari proposalnya. “Karena belum cair dari BRR, sementara ini segala biaya pelaksanaan ditanggung oleh Pemko setempat,” ungkap Juanda.

Pernyataan Juanda bertentangan dengan pengakuan Walikota Mawardi Nurdin dan Wakil Walikota Illiza Saaduddin. Mereka mengaku dana yang sudah terpakai pada simulasi sebesar Rp200 juta dari bantuan BRR. “Yang kami gunakan pada simulasi tersebut dari bantuan BRR sebesar Rp200 juta,” kata Wakil Walikota Illiza Saaduddin, kemarin.

Menurut Illiza, sumber dana pelaksanaan ‘tsunami dril’ dari DIPA 2008 sebesar Rp900 juta yang diajukan kepada BRR Aceh-Nias. Dari jumlah tersebut, BRR baru mencairkan Rp200 juta. Minimnya pencairan dana dari BRR tidak mampu menutupi kebutuhan pelaksanaan kegiatan simulasi bencana tersebut, akibatnya kegiatan tersebut menyisakan hutang.

“Dana Rp200 juta dipakai untuk perencanaan kegiatan, transportasi, pengadaan 1000 baju peserta, konsumsi peserta, dan uang saku 4000 peserta sebesar Rp15 ribu per orang. Jadi, tidak cukup, sehingga kami banyak berutang di luar seperti di restoran,” kata Illiza.

Namun, Illiza enggan menyebutkan rincian dana yang sudah dihabiskan pada simulasi tersebut. Dia mengatakan simulasi yang diikuti 4000 orang yang terdiri dari berbagai elemen itu tidak memakai APBA dan APBK Banda Aceh. “Anggaran ini dari DIPA, karena simulasi ini dilakukan di tingkat nasional,” ujar Illiza.

Pernyataan Illiza juga bertolak belakang dengan yang diungkapkan Walikota Banda Aceh Mawardi Nurdin. Mawardi menyebutkan kegiatan simulasi tersebut tidak menyisakan hutang. Menurutnya, pihak pelaksana menyesuaikan anggaran minim yakni Rp200 juta yang dibantu BRR.

“Uang yang diberikan BRR Rp200 juta sudah kami sesuaikan, meski kecil tapi tidak meninggalkan hutang,” kata Mawardi yang dihubungi Kamis (13/11) malam.

Sementara Ketua Harian Pelaksana ‘Tsunami Drill’, Dandim 0101/Aceh Besar Letkol Inf Fauzi Rusl mengaku sama sekali tidak mengetahui tentang besaran anggaran yang dihabiskan pada pelaksanaan simulasi tersebut. “Yang saya tahu, dana tersebut dari BRR. Mengenai besar anggaran itu urusan ibu Illiza (Wakil Walikota Banda Aceh—red),” katanya.

Sebagai ketua pelaksana harian, kata Dandim, dirinya hanya bertugas menyiapkan personil, baik untuk peserta maupun keamanan.

Ajang Korupsi

Pelaksanaan ‘tsunami drill’ ditengarai hanya sebagai ajang penghamburan uang rakyat yang berpotensi terjadinya korupsi. Karenanya, sumber dana dan penggunaan anggaran yang dipakai Pemerintah Kota Banda Aceh untuk membiayai simulasi tsunami tersebut menjadi tanda tanya sejumlah elemen sipil.

Pengakuan Pemko telah memakai dana BRR Rp200 juta malah mengundang kecurigaan tentang adanya ‘permainan’ di balik proyek tersebut. Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh menyebutkan sepengetahuan pihaknya hingga kini belum ada pencairan dana BRR untuk ‘tsunami drill’.

“Berdasarkan data di KPPN yang kami telusuri, belum ada SP2D untuk acara simulasi tersebut,” kata Pjs Koordinator GeRAK, Askhalani, kemarin.

Dia mengatakan biaya yang dipakai oleh Pemko untuk kegiatan ‘tsunami drill’ harus diusut. Bahkan, pernyataan walikota dan wakil walikota yang bertolak belakang dengan pernyataan BRR dan data di KPPN patut dicurigai. “Ini harus diusut, dari mana dana begitu besar diambil pemerintah? Apalagi BRR belum sepeser pun mencairkan dana yang diajukan pemerintah sebesar Rp900 juta,” kata Askhal.

Dikatakannya, jika Pemko mengambil anggaran tersebut dari kas Pemko atau dari APBK untuk menutupi biaya pelaksanaan tersebut, maka secara aturan sudah salah. Karena, ‘tsunami drill’ bukan sebuah bencana, melainkan acara seremoni yang bertujuan menghambur-hamburkan uang rakyat.

“Masyarakat yang diikutkan dalam acara tersebut banyak mengeluh karena belum dibayar honornya oleh pemerintah hingga sekarang,” kata Askhal.

Pertanyakan Honor

Tidak hanya masyarakat yang belum dibayar honor oleh Pemko pada kegiatan ‘tsunami drill’ tersebut, tapi sekitar 387 relawan PMI yang ikut terlibat dalam acara itu juga belum diberikan haknya oleh Pemko.

"Kami hanya menerima biaya makan sebesar Rp15 ribu per orang dan juga biaya perlengkapan lainnya, seperti obat-obatan , perban dan lainnya. Sedangkan honor belum kami terima,” kata Ketua PMI Kota Banda Aceh, Qamaruzzaman Hagni, kemarin.

Qamaruzzaman yang tidak tahu persis jumlah honor yang nantinya diterima, mengaku sudah mengajukan secara tertulis kepada Pemko tentang pengadaan honor tersebut.

Menurut dia, dalam kegiatan tersebut relawan PMI Kota Banda Aceh memang tidak menuntut banyak. “Kami kan relawan apapun yang ditugaskan untuk membantu masyarakat siap mengerjakannya. Tapi honor kami untuk acara semacam ini harus diperjelas,” tuturnya.(adi)

Tidak ada komentar: