13 November 2008

KASUS PROYEK TERMINAL MOBAR, Kejati Akan Hentikan Pengusutan, Hasil Temuan Lapangan tak Terbukti. GeRAK ACEH : Kami Akan Laporkan Ke KPK

Serambi Indonesia, 14 November 2008

Pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh menyatakan akan menghentikan pengusutan kasus dugaan mark-up (penggelembungan harga) pembebasan tanah untuk proyek pembangunan terminal mobil baran (Mobar) di Desa Santan, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar. Jaksa belum menemukan adanya unsur tindak pidana korupsi sebagaimana disinyalir Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh dalam laporannya beberapa waktu lalu.

“ Secara hukum belum ditemukan ada indikasi penggelembungan harga (mark-up). Bahkan disana itu tidak ada lagi harga tanah Rp. 700 ribu/meter. Tapi sudah diatas satu juta,” kata Kasie Penkum/Humas Kejati Aceh, Ali Rasab Lubis SH, kepada wartawan, Kamis (13/11), usai survei lapangan di lokasi lahan pembangunan terminal Mobar yang dipimpin Asintel Kejati Aceh, M Adam SH.

Sebelumnya,laporan GeRAK mensinyalir telah terjadi mark-up dalam proses pembebasan tanah tersebut. Menurut GeRAK, dalam penetapan harga tanah yang besarannya Rp. 700 ribu/meter tersebut telah terjadi penggelembungan harga. Hal ini dibuktikan dengan telaah perbandingan atas harga pembebasan yang dilakukan oleh Satker BRR- Pengembangan Sarpras Lembaga Permasyarakat Banda Aceh di wilayah Desa Santan untuk pembangunan Lapas dan Rutan Banda Aceh yang hanya dibayarkan sebesar Rp. 142.500/meter kepada 51 pemilik tanah.

Menurut Ali Rasab, harga pembelian tanah terminal Mobar sebesar Rp. 700 ribu/meter itu sudah wajar. Hal ini disimpulkan setelah pihaknya melakukan cross check langsung ke lokasi dan bertemu dengan keuchik dan sekretaris kecamatan setempat, kemarin. “Secara faktual setelah kita cek, keuchiek mengatakan memang segitu harganya. Jadi kita berkesimpulan belum ada indikasi penyelewengan harga dalam pembeliaan tanah tersebut,” jelasnya.

Dia katakan, lokasi lahan pembangunan terminal Mobar berada di pinggir jalan Banda Aceh – Medan. Karena letaknya di pinggir jalan, kata Ali Rasab, maka saat ini harga jual tanah di kawasan itu tidak ada lagi yang di bawah Rp. 1 juta/meter seperti ditegaskan keuchik setempat.

Berbeda dengan lokasi pembangunan LP Banda Aceh yang berada di dekat sawah, sekitar 1 km dari lokasi terminal Mobar, yang masih memerlukan dana untuk penimbunan. Kondisi ini membuat harga antara tanah terminal Mobar dengan LP Banda Aceh juga terjadi perbedaan harga.

“ Karena itu, sepertinya tidak ada lagi yang kita panggil. Cuma Keuchik yang akan kita panggil untuk penetapan harga untuk dituangkan secara hukum. Disamping itu, harga tersebut juga sudah ditetapkan oleh Tim Sembilan, jadi sah secara hukum,” katanya.

Meskipun begitu, kata Ali Rasab, keputusan menghentikan kasus tersebut sepenuhnya berada di tangan Kajati. “Bisa saja ditindaklanjuti kembali kalau ada bukti-bukti baru yang bisa dipertanggungjawabkan,” demikian Kasie Penkum/Humas Kejati Aceh. (sar)


GeRAK ACEH : Kami Akan Laporkan Ke KPK

Banda Aceh – Keputusan Kejati akan menghentikan kasus tersebut ternyata menuai reaksi dari GeRAK Aceh. Meraka menilai, sikap tersebut merupakan salah satu bukti Kajati lemah dalam penegakan hukum.

“Sudah kita duga dari awal Kajati tidak akan mampu mengungkap kasus ini. Kita sangat kecewa. Ini bukti kelemaha Kajati,” kata Pjs Koordinator GeRAK Aceh, Askhalani, kepada Serambi kemarin.

Menurutnya, dalam kasus tersebut pihak Kejati dinilai hanya terfokus pada pertimbangan harga berdasarkan lokasi lahan terminal dan tidak berupaya maksimal mengungkapkan mengapa bisa terjadi penetapan harga tanah yang jumlahnya mencapai Rp. 700 ribu/meter. “Kami sangat kecewa, dan akan melaporkan kasus ini kepada KPK,” tegas Askhalani.

Terkait kasus ini, sebelumnya Kejati Aceh sudah memintai keterangan dari beberapa orang yang tergabung dalam Tim Sembilan bentukan Pemkab Aceh Besar. Termasuk di antaranya Sekdakab Aceh Besar, Dahlan, Yusmadi dan Salikin.

Pembabasan lahan Terminal Mobar ini sendiri dilakukan pihak pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Besar dan Pemko Banda Aceh dengan luas lahan 2 hektar lebih dengan pagu anggaran Rp. 13.774.810.000 bersumber dari BRR Aceh – Nias. (sar)

Tidak ada komentar: