23 Desember 2008

Kejari Sigli Diminta Serius Tangani Kasus Korupsi APBK Pidie

Banda Aceh, 23 Des 2008

Kejaksaan Tinggi (Kejari) Pidie diminta serius menangani kasus korupsi APBK Pidie tahun anggaran 2002 senilai Rp. 878 juta. Pasalnya, tim Penyidik Satuan III Tipikor Polda Aceh sudah menuntaskan pengusutan dugaan penyalahgunaan anggaran publik pada pos Belanja Tak Tersangka itu dan seluruh berkas sudah dilimpahkan ke Kejari Sigli.

“Kejari Sigli harus serius melakukan penuentutuan sesuai dengan fakta hukum yang sesungguhnya. Momentum penanganan kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan pejabat tingggi Pidie itu harus dijadikan pembuktian bila Kejari Sigli mempunyai kinerja baik dan profesional, karena selama ini Kejari Sigli dinilai bermasalah di mata publik,” kata Ketua Mangar Program Monitoring Parlemen Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Abdullah Abdul Muthaleb, kemarin, di Banda Aceh.

Menurutnya Polda Aceh sudah menetapkan tersangka dalam kasus itu pada 10 April 2008 lalu dan sudah mengumumkan tersangka yang merupakan pejabat teras Pidie saat itu. “Ketiga tersangka itu yakni mantan Bupati Pidie Ir. Abdullah Yahya, mantan Wakil Bupati Pidie Drs. Djalaluddin Harun, dan mantan Sekda Pidie Drs. Imran Usman,” jelasnya.

Dikatakannya, Direktur Reskrim Polda Aceh, KBP Drs. HS Maltah, SH, Msi, pernah menyebukan bahwa setelah melalui proses penyidikan panjang, tim penyidik berhasil menuntaskan kasus tersebut. “Menurutnya, sesuai ketentuan bahwa anggaran tersebut harus digunakan untuk menangani bencana alam atau bencana sosial yang sifatnya mendesak. Tatapi dalam praktiknya, ketiga tersangka secara bersama-sama menggunakan dana itu untuk kepantingan pribadi dengan alasan biaya operasional Pemda termasuk untuk bantuan hari raya, serta bantuan kepada anggota DPRK setempat,” jelasnya.

GeRAK Aceh berharap pemberantasan korupsi tetap maksimal guna menghindari terbang pilih, termasuk kasus Pidie. Karena pada prinsipnya, kata dia, kasus yang sama dalam indikasi korupsi belanja tak tersangka Pidie, bukan hanya terjadi pada tahun anggaran 2002 tetapi juga terjadi pada 2004.

“Bahkan indikasi korupsi 2004 jauh lebih besar dibandingkan 2002. karenanya, diyakini pula akan banyak aktor lain yang di duga kuat terlibat dalam kasus ini,” ungkapnya.GeRAK Aceh juga menghargai kebijakan tim penyidik Polda Acehyang pada saat penyelidikan awal kasus itu, kemudian mengembangkan pada kasus sama, tetapi tahun anggaran beda.

“Anggaran Belanja Tak Tersangka 2004 menurut kami belum dipertanggungjawabkan secara terbuka dan transparan oleh pihak eksekutif pada saat perhitungan APBD Pidie 2004,” jelasnya.

Dari hasil audit BPK RI, paparnya, ditemukan dari total anggaran Rp. 18.498.364.000 itu, sebesar Rp 7.067.775.360 dinyatakan tidak sesuai peruntukannya dan kejanggalan pengelolaan uang rakyat itu semakin kuat dengan lahirnya keputusan DPRD Pidie pada 30 November 2006.

DPRD Pidie mengeluarkan keputusan nomor 30/2006 tentang hasil pembahasan laporan keterangan pertanggungjawaban bupati akhir masa jabatan dan penghapusan barang milik daerah. Pada pasal 1, disebutkan bahwa hasil pembahasan terhadap laporan keterangan pertanggungjawaban bupati akhir masa jabatan dengan catatan bahwa penggunaaan dana tak tesangka yang tidak sesuai dengan perundang-undangan yang berlakusupaya dikembalikan ke kas daerah.

Untuk itu, pihaknya mengharapkan, komitmen Kejari Sigli untuk segera melimpahkan kasus itu ke pengadilan sesuai dengan komitmennya pada saat penerimaan berkas hasil penyidikan dari tim penyidik Polda Aceh. Karena, masyarakat Pidie sudah lama menantikan agar kasus itusegera dituntaskan secara hukum di pengadilan.

“Kami bersama elemen masyarakat sipil lainnya di Pidie, akan tetap memantau proses penegakan hukum di tangan Kejari Pidie hingga ke Pengadilan,” katanya.

Untuk mengefektifkan pemantauan itu, pihaknya kan membentuk Tim Monitoring Korupsi Pidie, dengan melibatkan jaringan Aceh Damai Tanpa Korupsi (ADTK) di Pidie, dalam memantau penutasan kasus mulai proses lanjutan di Kejari Pidie hingga proses persidangan. ril

Tidak ada komentar: