23 Desember 2008

Unsyiah Diminta Lakukan Transparansi Anggaran

Harian Aceh, 22 Desember 2008

Sebelum menuju Badan Hukum Pendidikan (BHP) maka kampus Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) harus melakukan transparansi ke Publik, khususnya mahasiswa dan dosen. Banyaknya anggaran yang beredar di Unsyiah bukan hanya milik Rektorat, melainkan milik rakyat yang berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) dan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Hal tersebut dikatakan Pjs Koordinator GeRAK Aceh, Askhlani, SHI dalam diskusi publik yang di gelar oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknik (BEM FT) Unsyiah dan Mahasiswa Peduli Keadilan (MPK) di kantin fakultas itu, Sabtu (20/12).

Menurut Askhlani, jika mahasiswa tidak bisa mengakses danan yang beredar saat ini di Unsyiah, maka menimbulkan pertayaan publik, terhadap transparansi kampus tersebut.

“Jika Unsyiah yang menjadi tempatnya para ilmuwan menetap dan mencarai ilmu belum transparansi, maka bagaimana mahasiswa bisa mengharapkan transparansi anggaran di Pemerintah Aceh.” Kata Askhalani.

Dia menambahkan, saat ini mahasiwa dan dosen pun tidak bisa mengakses dana yang beredar di Unsyiah. Seharusnya Rektorat membuka akses itu agar tidak ada kecurigaan antara sesamanya.

Aktivis anti korupsi ini menyarankan agar FT duluan melakukan transparansi anggaran. Maka hal ini akan menjadi pukulan telak bagi rektor. “Jika rektor tidak mau melakukan trasparansi anggaran, maka mahasiswa gelar aksi massa aja.” Ujarnya yang mengaku tidak melakukan aksi provokasi.

Aktivis Aceh Society Taks Force (ACSTF) Aryos Nivada menambahakan, perubahan status kampus dari Perguruan Tinggi (PT) menuju BHP adalah bukti pemerintah tidak sanggup menanggung hak dasar rakyat, seperti kesehatan dan pendidikan. “Belum ada jaminan pendidikan akan lebih baik, ketika pemerintah meningkatkan harga pendidikan. malah yang terjadi hanya mengusir orang miskin dna menjadikan kampus hanya untuk orang kaya,” ujarnya

Aktivis peduli HAM itu juga mengatakan, ketika seorang dosen mengajar hanya untuk uang, maka transfer knowledge itu tidak efektif. Perubahan Diknas No. 2 tahun 1989 menjadi PP No. 61 tahun 1999 adalah bentuk cuci tangan pemerintah terhadap dunia pendidikan.

Sementara sosiolog Unsyiah, Dr. Shaleh Safei mendukung proses perubahan kampus dari PT menuju BHP, “ini kan proses disentralisasi atau otonomi kampus untuk menyelenggarakan pendidikan daerah. Sebenarnya Unsyiah sudah melakukan industrialisasi pendidikan. Buktinya dengan adanya kelas non reguler di Unsyiah, BHP hanya melakukan formalisasi hukum agar semua kampus di Indonesia bisa mandiri,” ujarnya. Menurut dosen Fakultas Hukum Unsyiah itu, BHP juga untuk menyadarkan masyarakat yang kaya dan yang miskin. Jika mereka miskin maka silahkan mengikuti pendidikan sampai sembilan tahun yang diberikan gratis oleh pemerintah. Jika meraka mau anaknya melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, maka silakan berinvestasi.

“Mahasiswa jangan hanya mengkritik tanpa ada solusi. Kalau katanya belum siap menerima BHP, lantas kapan Unsyiah siap menerima BHP?” Ujarnya dengan tanda tanya. Ketua Jurusan Teknik Kimia, Dr. Ir. Muhammad Zaki, M. Sc menambahakan, jika Unsyiah sudah BHP maka semua kan mudah diakses, termasuk anggaran dan aset kampus. “Pertanyaannya mahasiswa pilih pendidikan bermutu atau pendidikan murah? Pilih Ijazah atau Ilmu yang di dapat?” ujarnya.

Menurutnya, yang penting saat ini semua elemen civitas akademika memperjuangkan akreditas kampus, agar kampus lebih baik.czf

Tidak ada komentar: