16 September 2008

Kasus Dana Askeskin Pidie, GeRAK Desak Auditor BPKP Diusut

Serambi Indonesia, 16 September 2008

BANDA ACEH - Gerakan Antikorupsi (GeRAK) Aceh mendesak BPKP Pusat untuk mengusut auditor BPKP Perwakilan Aceh yang diduga telah melakukan penyimpangan dalam mengaudit nilai kerugian negara terhadap kasus Askeskin Pidie tahun 2006 senilai Rp 3 miliar. Tindakan BPKP yang menyebutkan tidak ada nilai kerugian negara, dinilai menyimpang dari hasil penyelidikan jaksa yang menyatakan ada dugaan tindak pindana korupsi mencapai Rp 903 juta lebih.

“Ini sebuah kesimpulan aneh yang dilakukan BPKP Perwakilan Aceh. Untuk itu tim auditor yang terlibat dalam kasus tersebut patut dicurigai,” tulis Pjs Koordinator GeRAK Aceh, Askhalani dalam pers realis yang terima Serambi, Senin (16/9), menanggapi silang pendapat antara BPKP dan Kejari Pidie dalam kasus Askeskin tersebut.
Menurut Askhalani, keanehan yang dilakukan BPKP dalam masalah ini, pertama hasil audit tidak langsung diserahkan ke pihak pemohon, dalam hal ini Kejari Pidie. Malah mereka mengirim hasil audit langsung kepada Deputi Bidang Investigasi BPKP Pusat, sedangkan kepada pemohon hanya diserahkan pengantar saja.
Padahal audit itu dilakukan sebelumnya atas permohonan/permintaan Kejari Pidie dengan surat Nomor:R-21/N.1.12/Fd.1/03/2008 tanggal 17 Maret 2008. Hal itu jelas tertulis dalam point pertama surat hasil audit kasus tersebut yang ditujukan BPKP Perwakilan Aceh kepada Deputi Bidang Investigasi BPKP Pusat.
Keanehan kedua, lanjutnya, BPKP dalam mengaudit kasus dengan cara melakukan investigasi. Padahal seharusnya mereka tidak perlu lagi melakukan audit investigasi dalam kasus ini, dan cukup melakukan menghitung kerugian negara dengan berpedoman pada hasil penyelidikan jaksa. Kalau ada bahan yang tidak lengkap dan memang dibutuhkan, maka tim auditor BPKP cukup meminta pada tim jaksa penyelidik supaya dapat dilengkapinya.
“Kasus ini kan bukan hasil temuan BPKP, tetapi hasil pengusutan jaksa. Maka BPKP tak perlu lagi melakukan investigasi dan mereka cukup berpedoman pada hasil penyelidik jaksa,” katanya.
Ia melanjutkan, keanehan lainnya yang cukup membuat publik menjadi penuh tanda tanya adalah kesimpulan pada bagian akhir hasil audit BPKP yang membuat sebuah rekomendasi yang menyebutkan, bahwa atas dasar penyimpangan penetapan porsi dana kegiatan Askeskin yang ditetapkan Kadis Kesehatan Pidie tanpa pengesahan Bupati diminta untuk dijatuhkan sanksi sesuai PP 30/tahun 1980 kepada Kadis Kesehatan.
“Tindakan dengan rekomendasi ini jelas membuktikan BPKP telah memasuki ranah jaksa. Kok beraninnya mereka membuat rekomendasi kesahalan itu hanya cukup dijatuhi sanksi PP 30 itu. Padahal kasus ini sedang ditangani aparat hukum karena diduga kuat ada tindakan pidana korupsi. Maka kita patut mencurigai ada permainan dibalik hasil audit tersebut,” tegas Askhalani.
Bahkan, tambah Askhalani, dalam audit tersebut BPKP terlihat mengabaikanketentuan yang ada seperti, tidak mempedomani Keputusan Menteri Keseharan nomor: 332/Menkes/SK/VI/2006 tentang pemodaman pelaksana Askeskin tahun 2006. Padahal surat keputusan Menkes itu menjadi pemodaman dasar hukum yang tidak bisa diabaikan dalam mengaudit maupun mengusut kasus tersebut.
“Karena mengabaikan Kepmenkes itu mereka berani berkesimpulan tidak ada kerugian negera. Ini jelas pelanggaran dilakukan BPKP. Maka kami mendesak BPKP Pusat untuk mengusut BPKP Perwakilan Aceh terkait kasus Askeskin ini,” katanya.
GeRAK juga menyatakan mendukung langkah Kejaksaan Negeri Pidie tidak menghentikan pengusutan kasus tersebut, karena dalam kasus tersebut terbukti atau tidak adalah pengadilan yang akan memutuskannya. Disamping itu GeRAK juga meminta pihak kejaksaan untuk memanggil tim auditor BPKP Perwakilan Aceh guna meminta penjelasan dan pertanggungjawabannya terjadap hasil audit tersebut. Karena tindakan yang dilakukan tim BPKP itu bisa dikatagorikan sebagai menghambat langkah pengusutan kasus korupsi.
“Kalau terbukti menghalangi bisa diganjar dengan Pasal 21 Undang-undang Nomor 20/tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi. Dan hukumannya maksimal 12 tahun dan denda maksimal Rp 600 juta,” katanya.
Seperti diketahui, BPKP Perwakilan Aceh dan tim jaksa penyidik Kejaksaan Sigli terjadi silang pendapat terkait dalam penentuan nilai kerugian negara yang ditimbulkan dalam kasus dugaan korupsi dana Askeskin Kabupaten Pidie tahun anggaran 2006 senilai Rp 3 miliar.
Berdasarkan tim jaksa penyidik dalam kasus tersebut diduga kuat telah terjadi tindak pidana korupsi, karena terbukti adanya pemotongan dana askeskin yang menyebabkan negara mengalami kerugian sebesar Rp 903.175.200. Karena pemotongan dana itu melanggar dengan Keputusan Menteri Kesehatan nomor: 332/Menkes/SK/V/2006 tentang pedomanan pelaksana program tersebut. Sementara BPKP menilai tidak ada kerugian negara, karena dana yang dipotong tersebut semuanya dipergunakan untuk menjalankan program dimaksud.
Persoalan itu terungkap dalam gelar (ekspos) kasus tersebut yang berlangsung di Kantor Kejati Aceh, Rabu (10/9). Ekspos kasus itu dipimpin langsung Wakajati Aceh, Muhammad Yusni SH, dan turut dihadiri Asisten Pidsus, Hazairin Lubis SH, Asisten Intel, M Adam, Asisten Pidum, Irwansyah SH, Kajari Sigli, TA Djalil, serta seluruh jaksa penyidik dalam kasus tersebut dari Kejari Sigli.(sup)

Tidak ada komentar: