18 September 2008

Kejati Aceh Harus Tuntaskan Kasus terminal Mobil Barang

theglobejournal , 18 September 2008

Banda Aceh - Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh mengusut tuntas dan upaya penyelidikan yang dilakukan pihak Kejaksaan Tinggi Aceh terkait kasus dugaan mark up pembebasan lahan pada proyek pembangunan terminal mobil barang. Mark up ini terjadi di Desa Santan dan Desa Meunasah Krueng Kecamatan Ingin Jaya Aceh Besar yang merupakan inisiatif antara Pemerintah Kota Banda Aceh dan Pemerintah Kabupaten Aceh Besar juga harus dibuka secara transparan kepada publik atas hasil penyelidikan serta menuntaskan kasus yang sedang ditangani sebagaimana amanah perundang-undangan.

"GeRAK Aceh, sebagai sebuah lembaga yang awalnya melaporkan kasus punya hak untuk dapat mengakses proses penyelidikan yang sedang ditangani oleh Kejati Aceh, sebab berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2000 tentang tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi," ujar Pjs. Koordinator GeRAK Aceh, Askhalani kepada wartawan, Kamis (18/9).

Maka tambah Askhalani, berdasarkan atas aturan hukum dalam PP No 71 tahun 2000 tersebut, pihak kejaksaan yang menangani penyelidikan atas kasus dugaan mark-up pembebasan lahan terminal mobil barang harus membuka kran informasi setiap perkembangan atas penyelidikan yang dilakukan secara transparan dan memudahkan akses serta tidak ditutup-tutupi mengenai hasil penyelidikan kasus.

"Berdasarkan hasil penelusuran awal yang dilakukan oleh Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh tertangal 10 Juni 2008 atas pembebasan lahan pada proyek pembangunan terminal mobil barang di Desa Santan dan Desa Meunasah Krueng Kecamatan Ingin Jaya Aceh Besar ditemukan bahwa, Terindikasi kuat penetapan harga yang tidak wajar dan cenderung terjadinya mark up dalam penetapan harga tanah. Dari lahan yang dibutuhkan sekitar 3,5 Ha, sekitar 2 Ha lahan tersebut telah dibayar dengan harga Rp 700.000 per meter. Hasil penelusuran ditemukan adanya potensi kerugian keuangan negara mencapai Rp 8 miliar dari total alokasi anggaran dana yang telah dibayarkan," papar Askhalani.

Askhalani menambahkan, dari hasil penelusuran diketahui bahwa BRR NAD-Nias telah membayar pembebasan tanah tersebut sebesar Rp 14.499.800.000. Pembayaran ini dibuktikan dengan dua dokumen anggaran yaitu SPM No. 00390 dan SP2D No. 488362, masing-masing tertanggal 3 Desember 2007 dan 6 Desember 2007.

"Proyek pembangunan terminal mobil barang tersebut berada pemukiman yang padat penduduk sehingga dikhawatirkan akan menggangu lingkungan masyarakat sekitar. Alasan pembanguan terminal mobil barang Kota Banda Aceh untuk mengurangi kemacetan lalu lintas di Kota Banda Aceh tidak selaras dan cenderung tidak rasional ketika lokasi yang dipilih justeru jalur utama (strategis) menuju Kota Banda Aceh. Di sisi lain, penetapan proyek terminal mobil barang di lokasi tersebut diduga kuat tidak sesuai dengan RTRW (Rencana Tata Ruang & Wilayah) Kabupaten Aceh Besar," imbuh Askhalani.

Askhalani menambahkan, berdasarkan temuan tersebut, pihak GeRAK Aceh melalui Koordinator GeRAK Aceh Akhiruddin Mahjuddin melaporkan kasus tersebut ke pihak KPK di Jakarta tertanggal 29 Juli 2008 yang langsung diterima dibagian penyidik kasus, setelah berselang 2 bulan kasus ini diteruskan oleh pihak KPK ke Kejaksaan Tinggi Aceh untuk dilakukan penyelidikan dan penuntasan atas kasus mark-up pengadaan tanah terminal mobil barang.

"Kami mendesak pihak kejaksaan tinggi Aceh dalam penyelidikan terutama penuntasan atas kasus ini bukan dilakukan setengah-setangah, pihak kejaksaan harus berani dan berhasil mengungkapkan perkara kasus yang sedang ditangani terutama membuka tabir atas terjadinya tindak pidana korupsi. Karena berdasarkan atas beberapa catatan dalam penanganan kasus yang sedang ditangani banyak progresnya tidak diselesaikan tepat waktu dan bahkan ada potensi mengulur-mengulurkan waktu dan beimbas atas penghilangan barang bukti, nah kita berharap kasus ini menjadi prioritas dalam penanganannya, kalau kemudian ditengerai (dicurigai) ada hal-hal yang mencurigakan maka GeRAK sebagai para pihak yang melaporkan kasus tidak segan-segan untuk melaporkan penanganan kasus yang lamban ini ke pihak KPK di Jakarta," sebutnya.

Tidak ada komentar: