06 September 2008

Soal Biaya Pengawalan "Kuntoro Tak Punya Sense Of Crisis"

Harian Aceh, 6 September 2008

Kepala Bapel BRR Aceh-Nias Kuntoro Mangkusubroto dinilai tidak memiliki sense of crisis terhadap korban tsunami yang sampai sekarang masih belum mendapatkan rumah, padahal bencana tersebut telah hampir empat tahun berlalu. Penilaian itu disampaikan aktivis Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Askalani, dan Koordinator Masyarakat Transparansi Anggaran (MaTA), Alfian, terkait biaya pengawalan, pelayanan, dan representasi Kepala BRR yang setiap bulannya mencapai Rp250 juta.

“Biaya tersebut seharusnya bisa digunakan untuk memperbaiki rumah bantuan BRR yang kualitasnya sangat jelek seperti di Pelanggahan dan Lampaseh,” kata Askal. Menurut dia, dengan uang sebesar Rp250 juta yang dikeluarkan setiap bulannya untuk keperluan yang kurang menyentuh kepentingan masyarakat korban tsunami, Kuntoro jelas telah mengabaikan amanah. “Padahal di awal kehadiran BRR, Kuntoro berulang kali berjanji untuk menggunakan dana korban tsunami tersebut untuk kepentingan masyarakat korban,” sebutnya.

Sementara Alfian menilai, tidak masuk akal bila kemudian alasan penggunaan dana tersebut sebagai dana taktis yang digunakan untuk menjamu tamu negara maupun saat Kepala Bapel BRR berkunjung ke daerah Aceh dan Nias. Menurutnya, dalam setiap kunjungannya ke daerah semua pejabat negara punya anggaran dari Departemen masing-masing. “Jadi, tak perlu lagi BRR menyediakan dana untuk mereka, kecuali buat uang tutup mulut bila dalam kunjungan mereka menemukan kebobrokan BRR,” kata dia sinis. Begitu juga dengan alasan dana tersebut digunakan dalam setiap kunjungan ke daerah kerjanya di Aceh-Nias.

“Bukankah dalam setiap kunjungan tersebut pejabat BRR disertai dengan surat tugas yang kemudian bisa di cairkan lagi dana yang dihabiskan selama kunjungan?” tuturnya, mempertanyakan. Alfian juga pesimis, bila dana sebesar itu semuanya digunakan Kuntoro saat melakukan kunjungan ke daerah kerjanya di Aceh-Nias. “Bukankah dia lebih banyak melakukan perjalanan ke Jakarta, sedangkan ke daerah kerjanya dalam sebulan belum tentu sekali, kecuali bila dana itu masuk ke kantong pribadinya,” katanya. Sementara juru bicara BRR, Juanda Jamal melalui rilisnya yang dikirim ke Harian Aceh, kembali membantah bahwa dana itu digunakan untuk dana pengawalan.

Menurut dia, biaya representasi, pelayanan, dan pengawalan Kepala Badan Pelaksana BRR merupakan dana operasional yang ditetapkan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 03/PMK.06/2006 tertanggal 8 Februari 2006. Kata Juanda, Kepala BRR Kuntoro Mangkusubroto tidak menggunakan dana operasional itu untuk kebutuhan pribadi, melainkan untuk menunjang aktivitasnya dalam memimpin lembaga BRR. “Dana ini juga tidak digunakan untuk membayar pengawal seperti yang dilansir media. Apalagi, saat berkunjung ke suatu daerah, Kepala Bapel BRR tidak pernah memakai pengawalan dari pihak kepolisian, tapi pengawalan dari satuan pengamanan internal BRR,” katanya. Juanda menegaskan, dana operasional Kepala Bapel BRR itu bisa dipertanggungjawabkan dan tidak menghambur-hamburkan keuangan negara. “Setiap akhir bulan, KPA membuat laporan realisasi anggaran atas penggunaan dana operasional ini dan disampaikan kepada menteri atau pejabat setingkat menteri yang bersangkutan,” sebut Juanda. KPA adalah Kuasa Pengguna Anggaran. Menurut dia, KPA dapat mencairkan dana operasional ini setiap bulannya sebesar seperduabelas dari pagu setahun anggaran sesuai dengan DIPA. “Jika dana bulan ini masih tersisa, maka bisa diakumulasikan pada bulan selanjutnya,” lanjutnya.(rta)

Tidak ada komentar: