18 September 2008

Kasus Terminal Mobar Sekda Aceh Besar Diperiksa Termasuk Empat Pejabat Lainnya

Serambi Indonesia, 18 September 2008

BANDA ACEH - Sekda Aceh Besar, HT Mohd Dahlan bersama empat pejabat lainnya, Nurdjali Budiman (Asisten I), T Sabiluddin (Kepala BPN), Yusmadi (mantan Kadis Kimpraswil), dan Syukri (Kabag Tata Pemerintahan) diperiksa tim jaksa penyelidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh, Rabu (17/9). Kelima pejabat tersebut diperiksa terkait pengusutan kasus dugaan mark-up (penggelembungan) harga pembebasan tanah untuk lokasi pembangunan terminal mobil barang (mobar) di Desa Santan dan Meunasah Krueng, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar senilai Rp 14,9 miliar tahun 2007 yang dananya bersumber dari BRR NAD-Nias. Kasi Penkum/Humas Kejati Aceh, Ali Rasab Lubis SH didampingi Kasi Sospol, Jufri SH, dan Kasi Prodsarin, Amanto SH kepada Serambi, kemarin, mengakui pihaknya sedang melakukan pengusutan kasus dugaan mark-up harga tanah terminal mobar di Aceh Besar. “Setelah kita melakukan operasi intelijen beberapa waktu lalu, ternyata memiliki dugaan kuat adanya penyimpangan dalam pengadaan tanah terminal mobar ini. Maka kasus ini kemudian ditingkatkan ke penyelidikan,” kata Ali Rasab.

Dalam penyelidikan kasus tersebut, untuk tahap awal, tim jaksa penyelidik mengundang lima pejabat Aceh Besar untuk dimintai keterangan. “Kita telah memintai keterangan kelima pejabat yang terkait dalam pembebasan tanah itu, termasuk di antaranya Sekda Aceh Besar,” katanya. Mengenai hasil pemeriksaan yang dilakukan terhadap kelima pejabat Aceh Besar itu, Ali Rasab tidak mau memberi penjelasan lebih rinci. “Keterangan yang kita mintai masih tahap klarifikasi terhadap data yang kita miliki saat ini. Dari hasil pemeriksaan tadi semakin memperkuat adanya penyimpangan dalam kasus ini,” ujarnya. Berdasarkan hasil klarifikasi terhadap kelima pejabat tersebut, pihak tim penyelidik akan melakukan pendalaman kembali. “Ini kasus besar, kami tidak mau ceroboh dalam mengambil kesimpulan. Maka untuk kasus semacam ini tetap harus hati-hati. Untuk saat ini kami akan dalami kembali, dan penyelidikannya akan dilanjutkan setelah lebaran,” katanya sembari menambahkan bahwa kasus ini tetap akan diusut sampai tuntas.

Berdasarkan pengamatan Serambi, Sekda Aceh Besar, Mohh Dahlan tiba di Kejati Aceh sekitar pukul 09.00 WIB mengenakan baju safari warna biru tua. Sesaat tiba di Kejati langsung digiring ke lantai II sebagai tempat berlangsungnya pemeriksaan secara tertutup. Begitu juga Asiten I Setdakab Aceh Besar, Nurdjali Budiman, Kabag Tata Pemerintahan Syukri, Kepala BPN T Sabiluddin dan mantan Kadis Kimpraswil Yusmadi yang tiba hampir bersamaan langsung dipersilakan naik ke lantai II. Khusus pemeriksaan terhadap Sekda Modh Dahlan hanya berlangsung sekitar 3,5 jam. Karena menjelang shalat zuhur ia keluar dari ruang pemeriksaan dan langsung meninggalkan Kejati. Ketika ke luar dari ruang pemeriksaan dan hendak menuruni tangga, Serambi mencegatnya.
Ketika ditanya apakah kedatangannya ke Kejati ada kaitan dengan kasus pengusutan terminal mobar, ia membantah. “Tidak ada dalam kaitan itu, saya datang kemari dalam rangka konsultasi beberapa kegiatan yang menyangkut dengan jaksa,” jawabnya sambil terus berlalu. Sedangkan pemeriksaan empat pejabat lainnya berlangsung hampir enam jam, dan mereka baru keluar dari ruang pemeriksaan sekitar pukul 17.00 WIB. Kepala BPN Aceh Besar, T Sabiluddin kepada tim penyelidik mengakui kalau pihaknya hanya satu kali turun ke lokasi tanah tersebut, selebihnya tidak pernah dilibatkan lagi. Selama proses pembebasan tanah itu pihaknya hanya disodorkan surat untuk ditandatangani. Menurut Sabiluddin, pihaknya tidak banyak tahu tentang persoalan tersebut.

Seperti diketahui, kasus tanah terminal mobar ini awalnya dibongkar oleh Gerakan Antikorupsi (GeRAK) Aceh. LSM ini dalam hasil investigasinya menduga telah terjadi tindak pidana korupsi minimal Rp 8 miliar dalam proyek pembebasan tanah untuk lokasi pembangunan Terminal Mobar Terpadu tersebut. Karena tanah yang dibeli seharga Rp 700.000/m2 itu, diduga kuat telah terjadi mark-up (penggelembungan) harga. Indikasi ini dibuktikan dengan perbandingan harga tanah untuk lokasi proyek pembangunan lembaga permasyarakatan (LP) dan rumah tahanan negara (Rutan) Banda Aceh yang letaknya berdekatan dengan lokasi terminal tersebut, tapi harga belinya cuma Rp 142.000/m2. Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan GeRAK terungkap, bahwa ditemukan bukti kuat pembebasan tanah terminal mobar seluas 2 hektare (ha) yang dilakukan Pemkab Aceh Besar dan Pemko Banda Aceh ––sumber dananya dari BRR Aceh-Nias–– itu telah terjadi penyimpangan besar-besaran dalam soal harga.

Sebab, berdasarkan bukti pencairan dana dari KPKN Khusus Banda Aceh untuk harga tanah tersebut tanggal 6 Desember 2007 tertera dalam surat perintah membayar (SPM) senilai Rp 14.499.800.000 atau seharga Rp 700.000/m2 sebelum dipotong pajak. Sementara, untuk lokasi tanah pembangunan proyek LP dan Rutan Banda Aceh seluas 7,4 ha hanya dibayarkan sebesar Rp 142.500/m2 (Rp 10.547.137.500) pada 51 orang pemilik. Padahal, lokasi LP dan rutan tersebut masih dalam Desa Meunasah Krueng, dan jaraknya dengan lokasi terminal mobar hanya ratusan meter saja.

Berdasarkan data perbandingan tersebut, dalam kasus ini negara telah dirugikan miliaran rupiah. Sebab, kalau dibandingkan harga tanah yang dibebaskan untuk LP dan rutan yang cuma Rp 142.500/m2, maka terjadi selisih harga Rp 557.500/m2. Bila dikalikan selisih harga dengan ukuran tanah terminal mobar 20.000 m2, sehingga total mark-up yang diduga dilakukan mencapai Rp 11.649.800.000 atau minimal Rp 8 miliar. Kalaupun ada pihak yang mengatakan harga tanah terminal mobar lebih mahal dibandingkan dengan tanah lokasi LP dan rutan, itu masih bisa diterima. Namun, selisihnya tentulah tidak mencapai 370 persen. “Selisihnya paling tinggi 100 persen,” kata Akhiruddin Bahkan bukti lain menyebutkan, adanya campur tangan dari Bupati Aceh Besar dan Walikota Banda Aceh dalam hal pembebasan dan penempatan lokasi terminal tersebut. Sebab, berdasarkan surat yang dikirim Bupati Aceh Besar kepada Deputi Bidang Infrastruktur Lingkungan dan Pemeliharaan BRR Aceh-Nias pada tanggal 26 Oktober 2007, terkait pembangunan terminal mobar terpadu tersebut, antara lain, BRR diminta untuk segera merealisasikan pembayaran harga tanah terminal mobar yang lokasinya telah disepakati dengan harga Rp 700.000/m2.(sup)

Tidak ada komentar: