23 Januari 2009

225 Ornop Kuras APBA Rp 45 M

Aceh Independen, 23 januari 2009

Sebanyak 225 organisasi nonpemerintah (Ornop) maupun yayasan bakal “menguras” dompet pemerintah Aceh. Jika tak ada aral melintang, disetujui dewan, dua ratusan lembaga itu bakal menerima kucuran dana Rp45 miliar bersumber dari APBA 2009.

“Proses pemberian bantuan tersebut erat kaitannya dengan intrik politik menjelang pemilu. Hampir sebagian besar penerima kucuran APBA ini ditengarai tidak mempunyai legalitas publik dan jarang dikenal masyarakat,” tuding Askhalani di Banda Aceh, Kamis (22/1).

Pjs Koordinator Badan Pekerja Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh itu menyampainya secara tertulis kepada Independen. Ia mengatakan, pemberian dana bantuan itu dialokasikan lewat pos Biro Keistimewaan Aceh dan Kesejahteraan Sosial Setdaprov Aceh.

“Angkanya mencapai Rp45 miliar. Padahal diketahui hingga saat ini tidak aturan keuangan mengatur soal mekanisme pemberian dana serta proses pertanggungjawaban atas dana yang diterima dari APBA,” tukas Askhalani menerangkan.

Adanya alokasi dana bagi 225 lembaga dan yayasan itu diketahui setelah menelaah dokumen pendapatan, usul dan saran panitia anggaran DPR Aceh terhadap nota penjelasan RAPBA 2009. Dokumen itu dipaparkan pada rapat pleno panitia anggaran DPR Aceh 15 Januari lalu.

Askhalani menilai proses pengalokasian dana bantuan kepada lembaga dan yayasan tersebut menunjukkan eksekutif maupun legislatif Pemerintah Aceh tidak sensitif mewujudkan efisiensi pengelolaan anggaran. “Bayangkan, kucurannya berkisar Rp50 juta hingga Rp1 miliar.”

Parahnya lagi, sebagian besar lembaga dan yayasan penerima dana APBA itu juga bakal menikmati kucuran rupiah dari APBK. Praktik ini menciptakan anggaran ganda. Jika ini terjadi, pemerintahan Aceh jelas-jelas ditipu.

Tak hanya itu, tindakan menyalurkan bantuan ke organisasi tersebut memperlihatkan bahwa ada kecenderungan pengelolaan anggaran publik mengelabui rakyat. Pengelolaannya pun untuk kepentingan pribadi dan golongan, terutama menjelang pemilu.

“Cukup beralasan. Hasil telaah terhadap lembaga dan yayasan di kabupaten kota penerima kucuran dana itu adalah tempat bernaung sebagian besar simpatisan partai-partai peserta pemilu menuju kursi parlemen 2009,” tandas Askhalani.

Oleh karena itu, GeRAK mendesak Gubernur Aceh menghapus dan tidak mengalokasikan anggaran tersebut. Selain itu, pemerintah Aceh harus mampu mendistribusikan uang rakyat yang begitu “wah” untuk kepentingan rakyat.

Tak hanya itu, tuntut Askhalani, pihak penerima --jika tidak dihapus-- harus menyusun mekanisme pengelolaan dan pertanggungjawaban uang rakyat yang diterimanya. Sebab, jika belum ada mekanisme pengelolaan dana tersebut, dikhawatirkan uang bantuan itu disalahgunakan.

Karenanya, GeRAK Aceh mengingatkan pemerintah provinsi perlu segera menyusun peraturan gubernur tentang mekanisme dana hibah. Pergub ini merupakan turunan Qanun Nomor 1 Tahun 2008 tentang pengelolaan keuangan Aceh.

Kecuali, itu, Gubernur Aceh juga harus mengevaluasi perangkat kerjanya yang merumuskan lembaga penerima bantuan APBA itu. “Kita khawatirkan pertanggungjawabannya. Jika ini juga tak jelas, sama saja membiarkan korupsi merajalela di ranah dana publik,” pungkas Askhalani.

Kepala Biro Keistimewaan dan Kesejahteraan Sosial Setdaprov Aceh Saifuddin Harun enggan berkomentar ketika dikonfirmasi Independen, tadi malam. “Saya lagi sakit. Nanti saja hari Selasa mendatang tanggapannya. Terima kasih,” ucap dia dari ujung gagang telepon genggamnya.

Sementara, anggota Komisi C DPR Aceh Teuku Surya Darma mengatakan, dana bantuan itu disediakan setiap tahunnya. Ironisnya, selama ini uang rakyat untuk membantu lembaga maupun yayasan hanya dinikmati segelintir organisasi tertentu saja.

Tak hanya itu, ia juga mengingatkan, lembaga atau yayasan yang menerima dana bantuan APBA di atas Rp500 juta wajib diaudit publik laporan penggunaan uangnya. Kalau di bawah Rp500 juta, harus melaporkan pengelolaan uang bantuan itu,” sebut T Surya Darma. [hai/carep-08/fauji yudha]

Tidak ada komentar: