23 Januari 2009

Tuntut Rumah Bantuan, Korban Tsunami Unjuk Rasa Lagi ke BRR

Serambi Indonesia, 24 Januari 2009

BANDA ACEH - Dua ratusan korban tsunami yang tergabung dalam Gerakan Pejuang Rumah Tsunami (GPRS) Aceh Barat, Aceh Besar, dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM), serta aktivis mahasiswa Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) berunjuk rasa di Kantor Pusat Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) NAD-Nias, Luengbata, Banda Aceh, Jumat (23/1).
Mereka menuntut realisasi pembangunan rumah bantuan kepada korban gempa dan tsunami yang belum mendapatkannya serta bantuan sosial bertempat tinggal (BSBT) sebanyak 1.569 unit yang pernah dijanjikan BRR pascatsunami.

Pantauan Serambi, sekitar pukul 14.00 WIB kemarin massa bergerak ke Kantor BRR NAD-Nias menggunakan dua truk colt diesel, satu pikap, dan puluhan kendaraan roda dua. Dua ratusan pengunjuk rasa tersebut sejak lima hari lalu datang ke Banda Aceh dan mendirikan tenda di halaman Kantor Aceh Judicial Monitoring Institute (AJMI), di Kampung Ateuk Jawo.

Setiba di depan kantor BRR, massa turun dari kendaraan dan langsung memenuhi badan jalan sambil mengusung poster maupun spanduk. Namun, massa tidak diperkenankan masuk ke halaman kantor BRR, karena sejumlah polisi langsung memblokir pintu masuk dengan cara menutup dan merantai pintu pagar, lalu digembok.

Pengunjuk rasa yang beraksi selama lebih dari empat jam itu, mengarak sejumlah poster dan spanduk bertuliskan “BRR harus bangun rumah rakyat korban tsunami di Aceh Barat, Kuntoro harus bertanggung jawab terhadap rehab dan rekon di Aceh sampai tuntas.” Selain itu massa juga meneriakkan yel-yel, “Kuntoro jangan coba-

coba angkat kaki dari Aceh sebelum hak masyarakat korban tsunami diberikan hak-haknya.”

Setelah setengah jam lebih berorasi, suasana kian memanas. Pasalnya, tak satu pun pejabat teras BRR menjumpai pengunjuk rasa. Massa akhirnya berupaya menerobos masuk ke dalam kantor. Massa terlibat dorong-mendorong pintu pagar dengan polisi. Bahkan, mereka mendobraknya hingga puluhan kali. Namun, upaya tersebut gagal, karena para polisi menahan pintu tersebut.

Aksi demo masyarakat korban tsunami di depan Kantor Pusat BRR itu sempat memacetkan arus lalu lintas di jalan menuju arah Cot Masjid, Luengbata. Akibatnya, puluhan pengendara sepeda motor dan kendaraan roda empat yang melintasi jalan tersebut, terpaksa berbalik arah mencari jalan alternatif.

Tujuan para korban tsunami mendatangi Kantor BRR adalah untuk menjumpai Kepala Badan Pelaksana (Bapel) BRR, Dr Kuntoro Mangkusubroto, agar segera menyelesaikan rekonstruksi rumah korban tsunami dan BSBT sebelas kecamatan di Aceh Barat dan Aceh Besar.Namun, saat aksi unjuk rasa itu berlangsung, Kuntoro tak berada di tempat.

Rumah bantuan BRR di sebelas kecamatan itu meliputi Johan Pahlawan 1.191 unit, Meureubo 210, Kaway XVI 5, Pante Ceureumen 8, Samatiga 46, Bubon 2, Sungai Mas 9, Woyla Barat 22, Woyla Timur 8, Woyla 37, dan Arongan Balek 31 unit. Total keseluruhan rumah bantuan yang belum dibangun 1.569 unit.

Data tersebut merupakan daftar nama beneficiaries bantuan perumahan dan permukiman sorban gempa dan tsunami Aceh Barat yang sudah diverifikasi BRR.

Dialog buntu

Setelah hampir satu jam massa berdemo dan mendobrak pintu pagar, akhirnya Juru Bicara (Jubir) BRR NAD-Nias, Juanda Djamal menerima para korban tsunami tersebut. Pihak BRR dan perwakilan masyarakat korban tsunami Aceh Barat, Aceh Besar, LSM, dan aktivis mahasiswa melakukan dialog bersama di dalam ruangan rapat BRR.

Ketua Badan Pelaksana AJMI, Hendra Budian, Penanggung Jawab GPRS, Edy Chandra, Ketua GeRAK Aceh, Askhalani, perwakilan masyarakat Aceh Besar, dan koordinator lapangan Chaidir, yang mendampingi masyarakat korban tsunami menjelaskan maksud kedatangan mereka kepada Jubir BRR dan staf Perumahan dan Permukiman BRR NAD-Nias, Sarma.

“Massa meminta kejelasan dan kepastian dari BRR mengenai rekonstruksi rumah bantuan dan BSBT di Aceh Barat dan Aceh Besar. Masyarakat sejak empat tahun lalu sudah cukup bersabar. Akan tetapi, menjelang berakhirnya BRR pada April mendatang, rumah bantuan korban tsunami kenapa tak juga dibangun?” tanya Hendra.

Ketua GeRAK Aceh, Askhalani mengatakan apabila BRR NAD-Nias tidak bisa mencari solusi dalam menyelesaikan persoalan tersebut, maka masyarakat akan meminta Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh untuk melakukan gugatan class action.

“Mustahil klaim BRR bahwa mereka sudah membangun 120 ribu unit rumah, faktanya hingga kini masih ada korban tsunami belum mendapatkan haknya. BRR harus memberi penjelasan kepada masyarakat soal status rumah bantuan korban tsunami itu,” desak Askhalani dan kawan-kawan perwakilan masyarakat lainnya.

Mendapat pertanyaan bertubi-tubi, Juanda Djamal menjelaskan sejak dua hari lalu pihaknya sudah berupaya melakukan berbagai koordinasi dengan Pemerintah Aceh dan DPRA, untuk mencari jalan keluar atas penyelesaian soal rumah bantuan tersebut. Akan tetapi, BRR belum bisa membuat keputusan pasti dalam waktu dekat.

“Kami bukan pemangku kebijakan, sehingga tidak bisa mengambil kebijakan untuk merealisasikan rumah bantuan tersebut,” ujarnya seraya meminta masyarakat bersabar hingga pekan depan, karena aspirasi mereka akan disampaikan kepada Ketua Bapel BRR NAD-Nias.

Dialog tersebut berlangsung sangat alot dan pada akhirnya menemui jalan buntu. Solusi yang ditawarkan BRR dengan meminta waktu, ditolak para korban tsunami. Sementara, menjelang berakhirnya tugas BRR, lembaga ini tidak bisa memutuskan dan menyetujui permintaan para korban tsunami untuk membuat komitmen, baik secara lisan maupun tulisan.

Usai dialog, massa terus berteriak-teriak di luar halaman Kantor Pusat BRR, karena tidak mendapat jawaban memuaskan. Akhirnya, sekitar pukul 17.00 WIB massa membubarkan diri dan kembali ke Kantor AJMI secara tertib, dikawal polisi dari satuan lalu lintas.

Hendra Budian yang dihubungi Serambi mengatakan telah berupaya menyampaikan hasil dialog tersebut kepada para korban tsunami dan meminta mereka agar mengerti. Tapi, menurut Hendra Budian, mereka tak bisa menerima pernyataan BRR tersebut dengan berbagai alasannya.

“Saya berharap BRR segera menuntaskannya. Sebelum persoalan ini selesai, masyarakat bersikukuh tidak akan kembali ke daerah masing-

masing. Bahkan kami mendapat informasi para korban tsunami dari Subulussalam, Aceh Jaya, Pidie, dan Bireuen juga akan datang ke Banda Aceh menuntut hak yang sama sebagai korban tsunami. Dipastikan nantinya terjadi demo besar-besaran dari seluruh Aceh,” tukasnya.

Sebelumnya, masyarakat korban tsunami asal Aceh Barat berunjuk rasa ke Kantor Gubernur Aceh dan DPRA beberapa waktu lalu guna meminta dukungan atas tuntutan rekonstruksi rumah bantuan dan BSBT untuk korban tsunami. Bahkan Ketua DPRA Sayed Fuad Zakaria juga telah melayangkan surat dukungan tuntutan tersebut, agar BRR segera merealisasikannya dengan tindakan nyata, yakni membangun rumah bantuan untuk korban tsunami sebagaimana telah dijanjikan.
Di samping itu, dalam surat pernyataannya, Sayed Fuad Zakaria juga menyebutkan bahwa DPRA selalu melakukan monitoring dan evaluasi terhadap realisasi pembangunan rumah korban tsunami, khususnya di Aceh Barat. (m)

Tidak ada komentar: